Kamis, 23 Februari 2012

LOGO STAI AL-FALAH CICALENGKA


media audio visual


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar mengajar kita melihat adanya dua proses atau kegiatan yaitu proses/kegiatan belajar dan proses/kegiatan mengajar, kedua proses itu seolah-olah tak terpisahkan satu sama lain. Orang menganggap bahwa ada proses belajar tentu ada proses mengajar. Dan kalau kita mendengar istilah mengajar tentu kita akan tahu bahwa guru merupakan sumber belajar, tetapi guru bukan merupakan sumber satu-satunya sumber belajar, walau tugas peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar sangat penting.
Dengan berkembangannya ilmu pengetahuan , tekhnologi dan perkembangan masyarakat serta budaya umumnya, berkembang pulalah tugas dan peranan guru, seiring dengan berkembangnya jumlah anak yang memerlukan pendidikan. Kita dapat melihat banyak sekali sumber belajar selain  guru dan instruktur, karena terdapat berbagai macam media yang dapat membantu peserta didik dalam pengembangan belajarnya. Di sini akan dijelaskan mengenai media audiovisual dalam proses belajar mengajar.
  1. Rumusan masalah
    1. Bagaimana manfaat media audiovisual dalam proses belajar mengajar?
    2. Apa kelebihan, dan kelemahan menggunakan audiovisual dalam proses belajar mengajar?
  2. Tujuan Masalah
    1. Mengetahui manfaat media audiovisual dalam proses belajar mengajar.
    2. Mengetahui kelebihan, dan kelemahan menggunakan audiovisual dalam proses belajar mengajar.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dan pengirim ke penerima pesan.[1]
Yang dimaksud dengan alat bantu Pembelajaran adalah perlengkapan yang digunakan guru untuk membantu memperjelas informasi yang akan disampaikan, alat Bantu pembelajaran ini di sebut juga alat Bantu mengajar (teaching Aids). Adapun yang termasuk Alat bantu Pembelajaran diantaranya media visual (gambar, foto, poster, dan grafik). Media audio ( radio kaset, MP3, CD, audio), dan media gabungan Visual Audio (computer, TV, Slide, Gambar). Media tersebut dimaksudkan untuk menghubungkan pengetahuan dasar siswa dengan bahan ajar yang akan mereka peroleh dalam Pembelajaran.
B.     Proses Belajar Mengajar
Jika anda bergerak dalam bidang pendidikan dan latihan, baik sebagai guru, dosen, pelatih, instruktur, pengelola, atau bahkan sebagai siswa, mahasiswa dan pihak yang dilatih, barang kali istilah Proses Belajar Mengajar tidak asing lagi. Istilah lain yang sering dipakai adalah Kegiatan Belajar Mengajar.[2]
C.    Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa media pembelajaran itu dapat di golongkan kedalam tiga jenis yaitu :
1.      Media Audio adalah media yang dalam proses penggunaannya melibatkan indra pendengaran sehingga hanya mampu memanipulasi kemampuan suara semata, jika  dilihat dari sifat pesan diterimanya media Audio ini dapat menerima pesan verbal yakni bahasa lisan atau kata-kata dan pesan nonverbal yaitu seperti bunyi-bunyian dan vokalisasi seperti gerutuan, gumam, musik dan lain-lain.
2.      Media Visual adalah media yang hanya melibatkan indera penglihatan. Terdapat dua jenis pesan yang dibuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal visual terdiri atas kata-kata (bahasa verbal) dalam bentuk tulisan dan pesan non verbal visual adalah pesan yang dituangkan kedalam simbol-simbol non verbal visual.
Karakteristik Media visual.
·                     Gambar
·                     Grafik
·                     Diagram
·                     Bagan
·                     Peta
Penyajian Pesan Media Visual Verbal dan Nonverbal
Penyajian pesan media visual verbal dan nonverbal dapat melalui :
o   Buku dan modul
o   Komik
o   Majalah
o   Poster
o   Papan visual
3.      Media Audio Visual adalah media yang melibatkan indra pendengaran dan penglihatan. Dibagi menjadi dua jenis, jenis pertama dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audio visual murni, jenis kedua adalah media Audio Visual tidak murni yakni apa yang kita kenal dengan slide, opaque, OHP dan peralatan visual lainnya bila diberi unsur suara dan rekaman kaset yang dimanfaatkan secara bersamaan dalam satu waktu atau satu proses pembelajaran. Manfaat dan karakteristik lainnya dari media audio visual dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.

D.    Media Audiovisual dalam Proses Belajar Mengajar
Media Audio Visual adalah media yang melibatkan indra pendengaran dan penglihatan. Dibagi menjadi dua jenis, jenis pertama dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audio visual murni, jenis kedua adalah media Audio Visual tidak murni yakni apa yang kita kenal dengan slide, opaque, OHP dan peralatan visual lainnya bila diberi unsur suara dan rekaman rekaman kaset yang di manfaatkan secara bersamaan dakam satu waktu atau satu proses pembelajaran.





      Media audiovisual murni                                      (layar)                                   (headset)





       (LCD)
Adapun dalam menggunakan media audiovisual adanya kelebihan dan kelemahannya, akan dijelaskan sebagai berikut :

  1. Kelebihan media audiovisual, memberi manfaat dan karakterisik lainnya dari media audiovisual dalam meningkatkan efektifitas dan efisien prises pembelajaran, diantaranya:
    • Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu
    • Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu dalam waktu yag singkat.
    • Pesan yang disampaikan cepat dan mudah di singkat.
    • Mengembangkan pkiran dan pendapat paeasiswa.
    • Mengembangkan imajinasi peserta didik.
    •  
  2. Kelemahan media audiovisual










































BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dapat diketahui bahwa ternyata dengan berkembangnya tekhnologi sekarang ini, dapat mempermudah para pendidik dalam mengembangkan proses belajar mengajar, sehingga pendidik dapat menyampaikan informasi tepat pada targetnya. Dengan adanya media, peserta didik menjadi lebih terfokus pada informasi yang disampaikan oleh pendidik selain itu juga peserta didik dapat mengetahui kegunaan media itu tanpa di bombing oleh guru mereka pun, sehingga wawasannya lebih luas. Seperti media audio visual yang dapat memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang lebih realistik dan juga menumbuhkan minat motivasi belajar.
Namun terdapat juga kelemahannya sama seperti pad media lainnya yaitu terlalu menekankan pada materi ketimbang pada proses pengembangan materi tersebut, juga sulitnya mengatur jadwal pembelajaran karena terlalu membuang waktu.
B.     Saran
Apabila menemukan kekurangan dari makalah ini baik dari segi isi maupun approachnya, terbuka pintu yang selebar-lebarnya untuk menyampaikan saran yang positif dan kritik yang membangun bagi usaha perbaikan di makalah selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA
Arief.S.Sadiman dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta, Rajawali pers,2008)
Zkiah Darajat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, ( Jakarta, Bumi aksara, 2008)


[1] Arief.S.Sadiman dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta, Rajawali pers,2008), hal 6
[2] Ibid, hal 1

laporan buku


BAB I 
PENDAHULUAN

Buku dengan judul “ Curriculum Development ” edisi ketiga yang ditulis oleh Laurie Brady  diterbitkan oleh Prentice Hall setebal 251 halaman.
Ada empat tiga bagian atau bahasan utama di dalam buku ini, yaitu :
1.      Presage , yang berisi  paparan pengembangan  kurikulum berbasis sekolah di negara Australia, karakteristik  pengembangan kurikulum berbasis sekolah di negara Autralia, praktek pengembangan kurikulum berbasis sekolah di negara Autralia, dan tanggapan yang terjadi  atas pengembangan kurikulum berbasis sekolah di negara Autralia.
Hal kedua yang dibahas pada bagian pertama ini adalah paparan berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang perlu diperhatikan untuk analisis situasi,   faktor-faktor untuk analisis situasi, baik internal maupun ekternal.
Hal ketiga yang dibahas adalah landasan disiplin , kontribusi teori-teori dan filosofi, psikologi, dan sosiologi serta peran guru di dalam melakukan pengembangan kurikulum
2.      Process , berisi paparan dari model-model pengembangan kurikulum, mulai dari pemahaman persepsi atas suatu model, dan  macam-macam model itu sendiri.  Beberapa aspek yang perlu diperhatikan di dalam model tersebut adalah penentapan tujuan, pemilihan isi, pemilihan metode, serta pemilihan prosedur evaluasi peserta didik.
3.      Product ,  berisi paparan dalam melakukan evaluasi terhadap  kurikulum  , mulai dari konsep evaluasi kurikulum, pendekatan di dalam melakukan evaluasi, permasalahan di dalam evaluasi kurikulum, kriteria evaluasi kurikulum, teknik evaluasi kurikulum, bias evaluator, langkah-langkah di dalam melakukan evaluasi kurikulum beserta format laporan hasil evaluasi kurikulum.
Hal lain yang dijelaskan pada bagian ini adalah model evaluasi kurikulum, diperkenalkan model Tyler, model Kemmis, model Walberg yang masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan serta situasi khusus di dalam mengimplementasikan model tersebut.

4.      Programming , berisi paparan perihal program pengembangan kurikulum, beserta langkah-langkahnya   dan format program pengembangan kurikulum yang mungkin dapat dijadikan referensi untuk kemudian kita implementasikan dengan peyesuaian atas situasi dan kondisi kita atau sekolah.

BAB II
DESKRIPSI ISI BUKU


PART 1  : PRESAGE
Bagian ini menjelaskan apa yang diperlukan guru di dalam mempertimbangkan  suatu pengembangan kurikulum yang sudah dilakukan dengan melingkupi tiga  area dasar perencanaan kurikulum , yaitu (a) kontek besar kependidikan, (b) kontek situasi  sekolah, (c) kontribusi dari landasan studi .

CHAPTER ONE :
The Context  School-Based Curriculum Development (SBCD)
Pada bagian ini, dijelaskan  di negara Autralia telah terjadinya suatu perpindahan tanggung jawab  dalam pengambilan keputusan atas pengembangan kurikulum dari yang bersifat terpusat  oleh pemerintah menjadi kewenangan ada paa masing-masing sekolah di negara Australis.
Aspek perpindahan tanggung jawab di dalam pengembangan kurikulum  memberikan otonomi yang luas kepada sekolah dan guru di dalam mengambil suatu keputusan atas kurikulum apa yang perlu dikembangkan khususnya pada tatar sekolahnya.  Keluasan sekolah dan guru di dalam mengambil keputusan berkaitan dengan pengembangan kurikulum sekolahnya ini dikenal dengan sebutan  School-Based Curriculum Development (SBCD).
School Based Curriculum Development  diterapkan negara Australis semenjak tahun 1970-an dengan melibatkan beberapa hal yaitu :
(a)     partisipasi guru  untuk menghubungkan pengembangan kurikulum dengan implementasi;
(b)     partisipasi seluruh atau sebagian staf sekolah;
(c)     serangkaian aktivitas termasuk didalamnya pemilihan berbagai alternatif kurikulum yang ada, adaptasi dalam melakukan modifikasi kurikulum yang sudah ada, dan perancangan kurikulum yang baru;
(d)    perpindahan tanggung jawab daripada dipersepsikan sebagai pemisahan tanggung jawab dari pemerintah.
(e)     Proses yang berkesinambungan yang melibatkan komunitas
(f)      Memperlengkapi berbagai variasi pendukung struktural.
Pada dasarnya pengembangan kurikulum berbasis sekolah bukanlah  fenomena baru, tetapi sebetulnya udah terjadi dibeberapa sekolah, dan sangatlah sulit membuat batasan secara rigit atas pemahaman dari pengembangan kurikulum berbasis sekolah karena  pengembangan kurikulum berbasis sekolah  mencakup pemilihan individual oleh seluruh staf.
Oleh sebab itu di dalam pengembangan kurikulum berbasi sekolah, pada tahap pertama kita perlu melakukan analisis situasi sekolah dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini :
(a)    struktur pendukung : ketentuan administratif di dalam pengimplementasiannya baik di dalam maupun di luar sekolah
(b)   stuktur pengambilan keputusan : ketentuan administratif di dalam sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi staf
(c)    pergerakan akuntabilitas : dampak dari kurikulum untuk semakin meningkatkan akuntabilitas sekolah
(d)   perubahan persepsi atas peran guru :  kemampuan para staf di dalam menyesuaikan  peran barunya sebagai pengembang kurikulum daripada hanya sekedar pelaksana kurikulum
(e)    sistem promosi : melalui tranfer dan promosi
(f)    seorang ahli sekolah : yang memiliki pengalaman dan pengetahuan di dalam pengembangan kurikulum

CHAPTER  TWO  :
Situational Analysis
Pada bagian ini,  dipaparkan kebutuhan untuk melakukan snalisis situasi di dalam mengembangkan kurikulum. Ada beberapa  faktor utama yang akan terlibat didalam analisis situasi.   Analisis situasi  biasanya dilakukan  sebelum dilaksanakannya pengembangan kurikulum , dan selama berlangsungnya pengembangan kurikulum, para guru  seharusnya tetap mengindahkan situasi yang ada , disamping  untuk tujuan tercapainya  efektivitas ketika kurikulum yang baru itu kita implementasikan.
Faktor-faktor untuk melakukan analisis situasi tebagi menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi sekolah dan faktor internal yang berada di dalam sekolah itu sendiri.
Faktor ekternal yang dimaksudkan meliputi  :
(a)    ekspektasi perubahan budaya dan sosial : perubahan nasional budaya dan sosial, termasuk didalamnya perubahan harapan para orang tua atas para siswanya;
(b)   Kebijakan sistem pendidikan : berkaitan dengan peraturan yang akan berdampak pada  penerapan pengembangan kurikulum berbasis sekolah serta pengaruhnya pada  pengujian dan penelitian;
(c)    Perubahan mata materi pelajaran :  perubahan isi dan metode sebagai pengaruh dari sosial budaya atau perubahan pendidikan;
(d)   Sistem penunjang kontribusi guru yang potensial :  ketersediaan dukungan baik secara  institusi ataupun secara induvidual;
(e)    Sumberdaya :  aliran sumberdaya yang masuk ke sekolah.

Faktor  internal yang dimaksudkan meliputi :
(a)    Siswa :  karakteristik siswa, kemampuan dan tahap perkembangan siswa;
(b)   Guru : kekuatan dan keterbatasan guru, minat, harapan, perilaku guru, gaya mengajar, penilaian diri dan perannya di dalam pengembangan kurikulum;
(c)    Etos sekolah : suasana  dan klimat sekolah, yang secara fungsional didukung oleh kepala sekolah;
(d)   Sumberdaya material :  sarana prasarana, peralatan dan fasilitas, kebijakan yang berhubungan dengan hal itu;
(e)    Penerimaan dan pemecahan masalah : ketidakpuasan terhadap kurikulum yang sudah ada.

Sekolah merupakan organisasi yang kompleks  , bahkan mungkin saja pada situasi yang sama,  penilaian yang terjadi dapat berbeda-beda. Kenyataan ini merupakan justifikasi bagi analisis situasi ketika pengembangan kurikulum dilakukan.
CHAPTER  THREE:
The contributing disciplines

Di dalam pengembangan kurikulum,  pengetahuan dan kesadaran  yang berasal dari disiplin utama pendidikan sangat mempengaruhi setiap aspek perencanaan. Guru  harus menerapkan pengetahuan dan kesadaran ini  tidak hanya pada saat sebelum dilakukannya pengembangan kurikulum, tapi juga selama proses pengembangan kurikulum.  Pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan   dasar-dasar belajar,  dasar-dasar sosial, metode mengajar, keluaran yang diinginkan, dan dasar-dasar pebelajar harusnya terjawab pada setiap tahapan pengembangan kurikulum.   Bagian tiga ini memaparkan  kontribusi filsafat, psikologi dan sosiologi di dalam pengembangan kurikulum.
Proses pengembangan kurikulum melibatkan para guru di dalam memutuskan  pandangan atas pengetahuan secara filosofi, interpretasi alamiah masyarakat, dan pemilihan pengaruh kurikulum berdasarkan prinsip psikologis yang relevan .
Filosofi menekankan pada  pemaknaan dari konsep yang biasanya menjawab pertanyaan “apa artinya?” atau “bagaimana kita tahu?”.
Filosofi berperan di dalam perencanaan kurikulum melalui analisis alamiah pengetahuan (epistimilogi), nilai dari pengetahuan (ethics) dan alamiah dari kualitas mental (filsafat pikiran).  Secara spesifik, kontribusi  ketiga hal tersebut  sangatlah luas termasuk didalam penetapan tujuan, penetapan prioritas objektif, penjelasan  kegiatan kurikulum , pengorganisasian kurikulum, dan  pendefinisian  “good life” serta fungsi sekolah untuk mencapai good life tersebut.
            Psikologi  menjelaskan  dan memperkirakan  perilaku manusia, dan berkontribusi di dalam perencanaan kurikulum bagi para guru dalam hal alamiah belajar para siswa, pengkondisian situasi belajar dan nilai metode mengajar serta efektivitas  belajar mengajar.
            Sosiologi menjelaskan analisis pengorganisasian hubungan antar manusia, dan memberikan konteribusi di dalam perencanaan kurikulum dalam hal  memprediksikan  pertumbuhan sosial, dengan menyediakan informasi berkaitan dengan latar belakang sosial siswa,  evaluasi yang realistik atas peran guru dan sekolah  di dalam suatu perubahan sosial, dan meningkatkan fleksibilitas guru, toleransi dan kesadaran atas metode  mendapatkan pengetahuan.
            Pertimbangan sistematik atas kontribusi filsafat, psikologi, dan sosiologi seharusnya dapat semakin menjelaskan  apa yang perlu dilakukan dan meningkatkan kualitas pengembangan kurikulum, dan dapat lebih dipahami dengan diagram berikut ini .
 


Disadur dari Lawton, D. (1978), “Why Curriculum Studies”.



PART  2  : PROCESS
Bagian ini menjabarkan cara   bagi para guru didalam mengembangan kurikulum yang meliputi empat area dasar pengembangan kurikulum, yaitu (a)perumusan tujuan, (b) pemilihan isi , (c) pemilihan metode, (d) emilihan prsedur evaluasi, disamping itu pada bagian ini dijabarkan pula berbagai model  dalam mengubungkan komponen-komponen kurikulum dalam sebuah perencaan kurikulum.

CHAPTER  FOUR :
Models for Curriculum  Development
Bagian ini  memberikan paparan bagaimana proses pengembangan kurikulum . Pada bagian ini diperkenalkan  dua model pengembangan kurikulum , yaitu model objektif dan model interaksi, meskipun dalam perkembangnya  model-model yang diperkenalkan bukanlah satu-satunya model yang paling pas dalam pengembangan kurikulum, tetapi akan terus berkembang dan disempurnakan dengan kompromi.
            Model pengembangan kurikulum  dapat diartikan sebagai suatu cara di dalam menunjukkan  hubungan antara komponen-komponen utama kurikulum di dalam suatu proses pengembangan kurikulum.  Komponen-komponen utama kurikulum yang dimaksudkan adalah  tujuan, isi, metode dan evaluasi.
            Model objektif pengembangan kurikulum mengacu pada  suatu metode dimana pengembang kurikulumnya :
(a)    mulai dengan merumuskan tujuan kurikulum;
(b)   berdasarkan pada tujuan yang sudah dirumuskan , memilih isi kurikulum metode penyampaiannya, dan
(c)    mengikuti tahapan sesuai dengan komponen-komponen kurikulum sebagai suatu urutan
Model objektif pengembangan kurikulum dapat kita gambarkan seperti  gambar berikut ini :







 










            Model interaktif pengembangan kurikulum  mengacu pada  suatu metode dimana pengembang kurikulumnya :
(a)    mulai dari komponen kurikulum mana saja;
(b)   mengikuti  tahapan apa saja dari komponen kurikulum tersebut;
(c)    menginterpretasi komponen kurikulum sebagai  interaktif dan progress yang dapat dimodifikasi;
(d)   dimungkinkan  urutan perencanaan kurikulum berubah  agar saling pas’
(e)    bereaksi terhadap situasi belajar untuk membatasi  urutan yang perlu diikuti.

Model interaktif pengembangan kurikulum dapat kita gambarkan seperti gambar berikut ini :
 










Model objektif dan model interaksi  mewakili dua pendekatan  utama  di dalam perencanaan kurikulum  yang mana  masih dapat dilengkapi lebih lanjut.
Pada implementasinya, tidak ada satupun  model pengembangan kurikulum yang menjadi satu-satunya model  tetapi perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari masing-masing sekolahnya. 
            Hal penting dari suatu model pengembangan kurikulum adalah  seberapa tinggi tingkat efektivitas  dan konsistensi dari setiap komponen kurikulum  yang merupakan dasar pengembangan kurikulum yang kita lakukan tersebut. Oleh sebab itu  batasan pendayagunaan  keempat komponen kurikulum di dalam pengembangan kurikulum dikembalikan kepada pengemgembang kurikulumnya sendiri atau kepada masing-masing sekolah.



CHAPTER  FIVE :
Stating Objectives
Pada bagian ini dipaparkan beberapa hal , yaitu (1) kepentingan  rumusan tujuan  di dalam proses pengembangan  kurikulum, (2) mendefinisikan  rumusan utama  dari rentang  tujuan umum sampai kepada  tujuan behavioral, (3) pertimbangan  beberapa argumen  di dalam merumuskan tujuan behavioral, (4)  kebutuhan  yang perlu dipenuhi oleh suatu tujuan agar baik dan pas, dan (5) arahan dalam bentuk  konsep dan contoh-contoh  di dalam rumusan tujuan.
            Rumusan pendidikan yang dimaksudkan meliputi urutan goals, aims, objectives dan behavioural objectives.  Objectives mendeskripsikan  hasilan dan perubahan pada siswa atas pengajaran-pembelajaran yang dilakukan , dalam hal ini bukan saja berupa rumusan pelajaran atau rumusan apa yang akan dilakukan guru.
            Behavioural objectives ,  mendeskripsikan performa perilaku yang hendak dicapai, dan biasanya rumusan behavioral objectives dilengkapi dengan  (a) rumusan kondisi perilaku yang terjadi dan (b) rumusan standar performa perilakunya.
Behavioural objectives  dapat berbentuk  ketrampilan spesifik dari siswa yang dapat diidentifikan , tetapi  para pengembang kurikulum hendaknya jangan mengabaikan  pernyataan pendidikan karena mereka tidak dapat memprediksikan performa perilakunya.
Argumen yang digunakan di dalam suatu objectives, meliputi :
(a)      keuntungan  dimilikinya arahan yang jelas  untuk isi perencanaan, metode dan penilaian, dan pengelolaan kelas serta sumber-sumber daya lainnya;
(b)      peluang  bagi penilaian diri yang profesional dan akuntabilitas;
(c)      kemudahan pengkomunikasian objectives kepada para orang tua, para siswa dan pengambil kebijakan.

Argumen yang menentang objectives meliputi :
(a)       permasalahan batasan belajar  untuk dapat diprediksikan  dan  hasilan  yang hanya dapat diukur  performanya secara terminologi;
(b)       keyakinan  bahwa hasilan belajar  sangat  bervariasi untuk diprediksikan;
(c)       pendapat  bahwa mata pelajaran memiliki peranan yang besar untuk dilakukan secara khusus
Suatu objectives yang efektif, seharusnya memenuhi  kebutuhan dari :
(a)    scope : termasuk  seluruh hasilan belajar yang diinginkan;
(b)    suitability : berhubungan dengan  situasi kelas dan konteks sosial;
(c)    validity : mencerminkan nilai yang diwakili
(d)   feasibility : sesuai kemampuan siswa dan  sumberdaya yang ada;
(e)    compatibility : konsisten dengan rumusan objectives lainnya;
(f)     specificity :  cukup presisi menghindari pemahaman yang mendua;
(g)    interpretability : mudah dipahami oleh orang yang akan mengimplementasikannya.

CHAPTER  SIX :
Selection of content
            Pada bagian ini dipaparkan (1) permasalahan yang perlu diperhitungkan  pengembang kurikulum pada saat melakukan pemilihan  isi kurikulum, (2) kriteria di dalam memilih isi kurikulum, (3) analisis cara dari isi kurikulum itu dipilih atau diorganisasikan.
            Isi kurikulum adalah mata pelajaran , termasuk perihal sikap, nilai dan ketrampilan, konsep dan fakta-fakta.  Para guru harus dapat menentukan  isi kurikulum berdasarkan kerangka kerja konseptual, dan penggunaan kerangka kerja konseptual yang dimaksudkan meliputi :
(a)    penetapan kategori  pengetahuan ( suatu mata pelajaran dengan strukturnya atau wilayah-wilayahnya);
(b)   penetapan ide atau prinsip-prinsip  di antara mata pelajar atau kategorinya;
(c)    pemilihan  contoh khusus  isi pelajaran  pada tahapan  di dalam pembelajaran dan pengajaran prinsip dan ide tersebut.

Berbagai permasalahan yang  yang mungkin muncul pada saat pemilihan isi kurikulum   adalah :
(a)    penetapan prosedur rasional  dalam memilih isi kurikulum;
(b)   penetapan isi kurikulum yang sudah diketahui siswa;
(c)    penetapan penambahan isi kurikulum yang baru  pada  isi kurikulum yang sudah ada atau sebagai isi kurikulum yang benar-benar baru;
(d)   penetapan kepentingan relatif dari ketuntasan mata pelajaran  dan prosesnya;
(e)    penetapan apakah suatu isi kurikulum akan diajarkan  di dalam matapelajaran tradisonal.

Beberapa kriteria di dalam pemilihan isi kurikulum , yaitu :
(a)    validity :  apakah isi kurikulum otentik dan apakah itu dapat mencapai tujuan yang sudah dirumuskan ;
(b)   significance : apakah isi kurikulum sangat bermakna mendasar;
(c)    interest : apakah isi kurikulum diminati siswa;
(d)   learnability : apakah isi kurikulum mudah dipelajari;
(e)    consistency with social realities :  apakah isi kurikulum mewakili  orientasi kebutuhan dan tuntutan global; 
(f)    utility : apakah isi kurikulum berguna bagi kehidupan siswa.

Kriteria validity dan significance  dipertimbangkan  sebagai kriteria utama di dalam pemilihan isi kurikulum , tetapi kriteria lainnya  harus diterapkan  dengan fleksibel sesuai keperluannya.


CHAPTER  SEVEN :
Selection of  method
            Pemilihan metode mungkin membutuhkan  perlakuan yang lebih dibandingkan dengan  komponen kurikulum lainnya. Dampak dari metode sangatlah penting, dan pada bagian ini akan dipaparkan pentingnya pemilihan metode  sebagai bagian utama dari komponen kurikulum.
Metode adalah bagaimana seorang guru di dalam mengaktifkan isi dari kurikulum, karena isi kurikulum akan berarti bagi siswa apabila guru dapat  mentranmisikannya dengan berbagai cara.  Tidak ada satupun  suatu metode yang paling baik , sama halnya bahwa semua komponen kurikulum pada dasarnya adalah sama pentingnya.
            Untuk meningkatkan efisiensi belajar siswa, maka guru  harus dapat memilih  metode yang paling pas dari sekian metode yang ada. Beberapa kriteria di dalam memilih  metode dan terlepas dari  rumusan objectives adalah :
(a)    prinsip-prinsip belajar;
(b)   identifikasi kegiatan  belajar yang dilakukan.
Selain kedua kriteria tersebut di atas, masih terdapat kriteria lainnya, yaitu :
(a)      variety :  metode harus  bervariasi untuk mencapai  tujuan dan dapat mengakomodasikan perbedaan tingkat  dan gaya belajar siswa;
(b)     scope : metode harus cukup bervariasi  di dalam mencapai seluruh tujuan yang sudah dirumuskan;
(c)      validity : metode khusus harus  berhubungan  dengan bagian-bagian rumusan tujuan;
(d)     appropriateness :  metode harus berhubungan dengan minat , kemampuan dan keterbacaan siswa;
(e)      relevance : metode yang digunakan harus berhubungan dengan apa yang dibutuhan setelah siswa tamat belajar.

Penelitian berkaitan dengan metode menunjukkan  dan memberikan saran bahwa sebaiknya keterlibatan siswa di dalam perencanaan kurikulum harus semakin ditingkatkan, oleh sebabnya pertimbangan keterlibatan siswa di dalam  pemilihan metode kedepan  harus semakin dipertimbangkan di dalam upaya  pemilihan isi kurikulum dan pencapaian tujuan.

Terminologi metode pada prinsipnya juga mencakup hal-hal berikut :
(a)    integration : paduan mata pelajaran kedalam  wilayah yang lebih besar sehingga siswa  dapat memahami keterkaitan antar setiap mata pelajaran;
(b)   sequence : urutan mata pelajaran  dan pengalaman belajar  kedalam tahapan belajar yang dapat dikelola  untuk pengembangan konsep;
(c)    arrangement : organisasi mata pelajaran  yang membuat logis dan semakin mudah dipelajari.


CHAPTER  EIGHT :
Selection of  student evaluation procedures
            Evaluasi mencakup penilaian atas performa siswa dan kurikulum itu sendiri. Pada bagian ini, secara terarah  memaparkan  pemahaman-pemahaman perihal  dasar-dasar evaluasi siswa di dalam proses kurikulum  dengan (1) mendefinisikan konsep evaluasi dan hal-hal terkait, (2) pembahasan kriteria yang dapat digunakan  untuk menentukan efektivitas evaluasi, (3) pembahasan  berbagai type evaluasi , dan (4) saran-saran  di dalam menghadapi permasalahan umum yang timbul dari evaluasi.
            Selain istilah evaluasi, masih terdapat beberapa istilah lainnya yang perlu kita ketahui , yaitu :
-          Assesment , yaitu prasyarat evaluasi yang melibatkan hanya pada penetapan performa siswa
-          Measurement , yaitu bagian khusus dari assessment  yang dinyatakan dengan pernyataan  kuantitatif dari performa siswa
-          Formative evaluation , yaitu  aspek utama  dari evaluasi  yang biasa dilakukan oleh sekolah, dilakukan pada  saat proses belajar dan mengajar yang sedang berlangsung
-          Summative evaluation, yaitu  digunakan pada akhir pelajaran  untuk menentukan  apakah hasilan sudah tercapai atau belum.

Perlu tidaknya evaluasi dilakukan  mengacu pada kriteria  berikut :
(a)    continuity : evaluasi harus dilakukan berkesinambungan dan merupakan bagian terpadu  di setiap bagian pembelajaran dan pengajaran;
(b)   scope : prosedur evaluasi harus bervariasi sebagai cakupan dari tujuan;
(c)    compatibility : evaluasi harus  kompatibel dengan rumusan tujuan;
(d)   validity : prosedur evaluasi harus mengukur apa yang seharusnya diukur. Test juga harus  reliabel, misalnya konsisten di dalam pengukurannya.
(e)    Objectivity : evaluasi harus didasarkan pada objektivitas, dan hindari yang mengarah pada subjektivitas;
(f)    Diagnostic  value : evaluasi harus mengenal tingkatan performa siswa  dan proses yang diperlukan  untuk mencapai performa tersebut;
(g)   Participation : prosedur evaluasi dimungkinkan  untuk ditingkatkan oleh para siswa itu sendiri.

Ada bermacam-macam prosedur  penilaian, di antaranya :
(a)    tes menggunakan kertas dan pensil
(b)   pengamatan  dan perekaman secara sitematik
(c)    kuesioner dan skala
(d)   pertanyaan terbuka dan tertutup
(e)    teknik projektif
(f)    sosiometri

Beberapa hal yang perlu dihindari dan bisa juga merupakan  sisi bahaya dari evaluasi adalah :
(a)    kesalahan tes dan kesukaran deviasi test di dalam mengukur tujuan secara tepat
(b)   penekanan yang berlebihan  pada suatu tes dan signifikansinya
(c)    kecenderungan penggunaan prosedur evaluasi yang sama  secara kaku
(d)   penekanan evaluasi yang berlebihan pada  satu area saja yang lebih mudah untuk dievaluasi
(e)    kesukaran di dalam menetapkan kategori yang pas untuk sistem pengamatan.

Evaluasi bukanlah akhir dari suatu proses dan prosedur, tetapi merupakan bagian yang membantu para guru di dalam meningkatkan materi ajar dan guru dalam mengajar.























PART  3  : PRODUCT
Pada bagian ini dijabarkan  apasaja yang perlu diketahui para guru di dalam melakukan evaluasi kurikulum, evaluasi program pembelajaran atau seperangkat  materials  kurikulum yang mencakup pendekatan utama, isu-isu, teknik dan tahapan yang berkaitan dengan evaluasi kurikulum. Selain itu pada bagian ini juga diperkenalkan model utama evaluasi kurikulum yang mana para guru bisa pakai sepenuhnya atau disesuaikan kembali sesuai kebutuhannya.

CHAPTER  NINE :
Evaluating Curriculum : The Major Concerns
            Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, evaluasi didefinisikan  sebagai suatu penilaian  atas perubahan siswa yang terjadi  dan informasi ini digunakan  untuk merubah pengajaran  dan kurikulum yang berpusat pada  penilaian atas performa siswa.   Bagian 9 dan 10 lebih menitikberatkan pada penilaian atas kurikulum, apakah  kurikulum baru sebaiknya dikembangkan oleh sekolah , apakah sebaiknya dikembangkan oleh sekolah lainnya, atau apakah sebaiknya dikembangkan oleh pihak komersil.
            Pendekatan penilaian kurikulum sangat bervariasi bergantung pada  definisi penilaian itu sendiri.  Pemahaman evaluasi secara umum adalah berupa penilaian profesional, evaluasi sebagai edentifikasi atas pengambilan keputusan, evaluasi sebagai alat ukur atas tingkat ketercapaian tujuan. Evaluasi berbeda dengan penelitian, evaluasi melibatkan apa yang akan terjadi di masa datang daripada  suatu paparan penilaian.
Ada dua pendekatan  utama evaluasi kurikulum, yaitu :
(a)     traditional evaluation , dimana mengukur efektivitas mengajar terhadap  tujuan  kurikulum sudah dicapai melalui serangkaian kriteria uji.
(b)     new-wave evaluation ,  dimana mengukur situasi yang mempengaruhi kurikulum, cara pengoperasian kurikulum di dalam pembelajaran dan pendapat dari semua personal yang terlibat.

Permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi kurikulum dapat kita lihat dengan  beberapa pertanyaan berikut ini :
(a)    Apakah kegunaan utama dari evaluasi ?
(b)   Haruskah  tampilan yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dilakukan evaluasi ?
(c)    Haruskah terlepas dari tujuan ataukah berdasarkan tujuan ?
(d)   Haruskah evaluasi lebih di konsentrasikan  pada outcomes kurikulum atau dilakukan pada saat terjadinya pengajaran ?
(e)    Haruskah evaluasi melibatkan sample yang besar atau haruskah berupa investigasi yang intensif atas sample yang kecil ?
(f)    Manakah penilaian pribadi yang dapat mempengaruhi outcomes suatu evaluasi, dan dengan cara bagaimana ?

Menurut Phi Delta Kappa (1971), kriteria evaluasi kurikulum  adalah :
(a)    Internal validity , artinya harus ada koresponden interen yang dekat dengan informasi yang ada dan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi.
(b)   External validity , artinya dimungkinkan  untuk melakukan generalisasi berdasarkan satu situasi ke situasi lainnya.
(c)    Reliability , artinya harus adanya konsistensi  dari berbagai variasi pengukuran yang dipakai.
(d)   Objectivity , artinya harus adanya kesepakatan diantara para evaluator
(e)    Relevance , artinya evaluasi harus dapat menemukan kegunaannya secara rinci.
(f)    Importance , artinya evaluasi harus menggunakan berbagai  informasi yang penting.
(g)   Scope , artinya evaluasi harus memiliki cakupan yang luas untuk dapat dimanfaatkan.
(h)   Credibility , artinya  evaluasi haruslah dapat menemukan sesuatu dan para evaluator juga haruslah yang memiliki kredibilitas yang baik sebagai evaluator.
(i)     Timeliness , artinya evaluasi harus harus memperkirakan waktu.
(j)     Pervasiveness ,  artinya apa yang ditemukan evaluasi  harus dapat terus dikembangkan dan disebarluaskan kegunaanya.
(k)   Efficiency , artinya temuan evaluasi harus tindaklanjuti dengan cara yang efisien.

Beberapa kriteria evaluasi kurikulum yang melengkapi  kriteria dari  Phi Delta Kappa adalah :
·         Meaning, artinya  evaluator harus mendekatkan evaluasinya pada  makna penting dari kurikulum.
·         Potential , artinya evaluator harus memastikan  potensisial dari kurikulum.
·         Interest , artinya evaluasi harus memunculkan pertanyaan mengenai kualitas dan signifikansi.
·         Conditionality , artinya evaluasi harus menghubungkan kurikulum  dengan konteks kelas yang khusus.
·         Elucidation, artinya evaluasi harus memberikan kontribusi pada pemahaman  toeri-teori kependidikan.

Pendekatan multi metode di dalam evaluasi kurikulum sangat dianjurkan, tekniknya dapat berupa  kuesioner, waeancara, pencatatan, penskalaan, pbservasi kelas, tes kemampuan secara tertulis, evaluasi diri, diskusi, menganalisis pekerjaan siswa, dan lain-lain. 

Sangat penting evaluator dapat menunjukkan efek bias seminimal mungkin, dengan cara :
(a)    meminterpretasikan data dalam kontek yang terpisah-pisah;
(b)   Mengevaluasi sebagai suatu tim, tidak perseorangan;
(c)    Meminta pendapat yang berbeda;
(d)   Mengetahui bias-bias evaluator;
(e)    Menggunakan berbagai suber dan metode.

Langkah observasi didalam proses evaluasi kurikulum mungkin membantu bagi para guru, langkah yang dianjurkan adalah dalam  kategori yang terarah, persiapan, implementasi, analisis dan pelaporan. 
Para evaluator harus mengetahui bahwa kadang pengukuran yang bersifat subjektif perlu dilakukan mengingat kadangkala ada beberapa aspek yang memang tidak dapat dinilai secara objektif karena sarat akan sebuah nilai, atau  merefleksikan  suatu pendapat seseorang karena pengalamannya dan hal ini sangat bernilai.


CHAPTER  TEN :
Evaluating Curriculum : Models
            Pada bagian ini,  akan dipaparkan beberapa model evaluasi kurikulum, namun penting bagi guru atau evaluator untuk mengenal terlebih dahulu rentang model evaluasi karena  meskipun  mungkin saja model tidak pilih, tetapi  pengetahuan atas terjadinya suatu model tersebut diketahui sehingga dimungkinkan kita mengembangkan model khusus yang memang pas pada kondisi kita.
            Model Objectives Tyler memandang evaluasi kurikulum sebagai pengukuran performa siswa terhadap  tujuan perilaku yang sudah dirumuskan,  masih ada beberapa model lainnya yang mengacu pada evaluasi terhadap ketercapaian goal, yaitu :
(a)    Hammond,  lebih mengkonsentrasikan  pada pengaruh faktor institusional dan instruksional di dalam mencapai tujuan;
(b)    Provus , mengkonsentrasikan pada apakah terdapat perbedaan  antara pengamatan kurikulum dan standar atau tujuan yang sudah disepakati.

Stake’s Countenance model memandang evaluasi kurikulum  sebagai keterlibatan  paparan dan penilaian  dalam bentuk kondisi yang ada sebelum pembelajaran, proses pembelajaran dan outcomes.
Stake’s responsive model memandang evaluasi kurikulum  (a) sebagai  suatu isu daripada sebagai tujuan, (b) perpaduan perbedaan standar nilai yang dipegang oleh group yang berbeda, (c) termasuk pengamatan partisipasi di dalam kurikulum, dan (d) melibatkan informasi-informasi dari para audien.
Stake’s case study model memandang evaluasi kurikulum sebagai (a) keterlibatan deskripsi berbagai variabel tanpa batas, (b) termasuk berasal dari pengamatan pribadi, (c) menggunakan generalisasi yang berdasarkan pengalaman  evaluator, (d)penekanan pada pemahaman yang penting  pada kasus itu sendiri, dan (e) pelaporan dalam bentuk informal.
Parlett dan Hamilton’s illuminative model memandang evaluasi kurikulum  sebagai iluminasi, yaitu  penyediaan informasi secara komprehensif di dalam memahami realitas kurikulum yang kompleks dengan  (a)menguji situasi  yang mempengaruhi kurikulum, (b) menilai  semua pendapat dari semua personal yang terlibat di dalam evaluasi, (c) melihat  signifikansi keterlibatan fitur-fitur dalam  proses, dan (d) mengidentifikasi bagian-bagian yang diinginkan  kurikulum.
Kemmis’ surrogate-experience model  memandang  evaluasi kurikulum  sebagai  “pemberitahuan atas sesuatu yang seharusnya” atau pengembangan  peran  kurikulum di dalam  menyediakan wakil pengalaman  bagi audience.  Peran kurikulum di sini  mengkomunikasikan fitur unik dari kurikulum , kealamiahannya  dan isu-isu yang ada disekitarnya.
Walberg’s model  for research on instruction  memandang  evaluasi kurikulum  sebagai penekanan lingkungan belajar  dan  bakat siswa sebaik intstuksi itu sendiri.













PART  4   : PROGRAMMING
Pada bagian ini dijabarkan  cara bagi para guru untuk dapat mengembangan format pengembangan program dari dokumen kurikulum. Mencakup penjabaran  tenang prosedur di dalam batasan waktu yang tersedia bagi guru di dalam mengajar suatu topik, metode untuk mengembangkan  dan mempresentasikannya, dan adaptasi setiap unit tersebut ke dalam format program.

CHAPTER  ELEVEN :
Pacing the program
Pada bagian ini dijelaskan penekanan antara pengembangan kurikulum dan pengembangan program, dan  garis besar langkah bagi para guru untuk penyusunan program, yaitu (1) batasan alokasi waktu mengajar , (2) batasan alokasi waktu  untuk setiap pelajaran, (3) batasan kebutuhan waktu  untuk suatu topik, dan (4) pengembangan unit ajar secara bertahap dalam suatu program.
            Perincian atas dokumen kurikulum membutuhkan detail atas pengalaman belajar yang akan di berikan pada rentang waktu mingguan atau harian, yang kemudian inilah yang disebut dengan program.
Tingkat keperbedaan antara program guru bergantung pada tingkat  pertanyaan yang tersurat di dalam kurikulum.  Pada dasarnya langkah di dalam pengembangan program adalah sebagai berikut :
(a)    pembatasan atas jumlah waktu yang tersedia untuk mengajar;
(b)   pembatasan atas alokasi waktu untuk setiap pelajaran atau sub pelajaran;
(c)    pembatasan atas waktu yang diperlukan untuk mencakup suatu topik  atau suatu tujuan;
(d)   merinci setiap unitnya,
(e)    penyesuaian  dalam rentang waktu pengajaran mingguan atau pengajaran harian.

Sebuah unit adalah cetak biru bagi pengalaman  belajar yang terdapat pada suatu topik, dan suatu program adalah adaptasi dari suatu unit dan pengorganisasiannya kedalam rentang waktu pengajaran mingguan atau pengajaran harian,  dan terdapat berbagai variasi di dalam mengembangankan unit.

CHAPTER  TWELVE :
Detailing  the program
Sebagaimana yang sudah dijelaskan dimuka bahwa suatu program merupakan rincian atas dokumen kurikulum yang mengindikasikan  lebih rinci pengalaman belajar untuk pengajaran seminggu atau pengajaran harian. Pada bagian ini akan ditunjukkan sejumlah perbedaan format program dengan tujuan untuk :
·         contoh agar dapat dikembangan lebih komprehensif;
·         menampilkan rincian pengajaran untuk suatu waktu yang relatif lama;
·         mengindikasikan hubungan antara format dan mata pelajaran.

Keragaman format program pada dasarnya mirip dengan keragaman format unit, dimana format program merefleksikan  kegunaan bagi para guru untuk setiap unit atau setiap pelajaran.
Suatu program mungkin saja terdapat bagian-bagian yang ditambahkan sesuai kebutuhannya dalam rangka evaluasi dan monitoring pengembangan profesionalitas guru.
















LAPORAN BUKU

CURRICULUM DEVELOPMENT 


Disusun dalam rangka memenuhi tugas
Mata kuliah Model-model Pengembangan Kurikulum

Dosen :
Prof. Dr. H. Nana Syaodih Sukmadinata



Oleh :

Muksin Wijaya 
NIM. 0705445





DEPARTEMEN  PENDIDIKAN  NASIONAL
UNIVERSITAS  PENDIDIKAN  INDONERSIA
SEKOLAH  PASCA SARJANA – DOKTOR (S3)
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM