Minggu, 12 Februari 2012

skripsi pai

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk memiliki srategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, dan mencapai pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah guru harus mengusai metode-metode penyajian pelajaran atau biasa disebut dengan metode mengajar.
Metode penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru-guru atau instruktur. Untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa didalam  kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik.Perlu dipahami bahwa setiap jenis metode penyajian hanya sesuai atau tepat untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu pula. Jadi untuk tujuan yang berbeda pula.
1
Dari sekian banyak metode mengajar ada yang dinamakan metode demonstrasi. Adapun metode demonstrasi itu adalah cara mengajar dimana seorang instuktur atau tim guru menunjukan, mempertlihatkan, suatu proses, sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat melihat, mengamati, mendengar, mungkin meraba-raba dan merasakan proses yang dipertunjukkan oleh guru tersebut.

Menurut Muhibbin Syah, metode demonstrasi adalah: “Metode mengajarkan dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penggunaan media pengajaran yang sesuai dengan pokok bahasan atau meteri yang sedang disajikan.[1]
Penggunaan metode demonstrasi pada mata pelajaran Fiqih khususnya pada bab shalat akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga siswa mampu memahami materi yang disajikan/disampaikan oleh guru yang cepat.Tujuan metode demonstrasi adalah agar siswa mampu memahami tentang cara mengatur atau menyusun sesuatu.
Metode ini sangat terkenal dipakai oleh Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan bagaimana cara mengerjakan sholat. Beliau memperlihatkan, cara-caramempraktekkan sholat itu dalam bentuk perbuatan, dengan berdiri, ruku’, sujud, dan seterusnya.
Syaiful Bahri Djamarahmengatakan bahwa:“Proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung”.[2]
 Agar pelaksaan metode demonstrasi bisa berjalan efektif, maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Guru harus mampu menyusun rumusan tujuan instruksional agar dapat memberi motivasi yang kuat pada siswa untuk belajar.
2.      Pertimbangkanlah baik-baik apakah pilihan metode seorang muslim mampu menjamin tercapainya tujuan yang telah seorang muslim rumuskan.
3.      Amatilah apakah jumlah siswa memberi kesempatan untuk suatu demonstrasi yang brhasil, bila tidak seorang muslim harus mengambil kebijaksanaan lain.
4.      Harus sudah menentukan garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan.
5.      Selama demonstrasi berlangsung guru harus memberi kesempatan pada siswa untuk mengamati dengan baik dan bertanya.[3]

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa metode demonstrasi sangat menunjang proses interaksi mengajar belajar di kelas. Keuntungan penggunaan metode demonstrasi ini ialah dengan demonstrasi perhatian siswa lebih dapat terpusatkan pada pelajaran yang sedang diberikan, kesalahan-kesalahan yang terjadi pada pelajaran itu diceramahkan dapat diatasi melalui pengamatan dan contoh konkrit.
Jadi dengan demonstrasi itu siswa dapat berpartisipasi aktif, dan memperoleh pengalaman langsung, dan dapat mengembangkan kecakapannya.
Metode ini  dapat digunakan sebagai salah satu metode belajar mengajar pada Mata Pelajaran Fiqih, khususnya pada Bab Shalat ubungannya dengan Kualitas Ibadah Shalat Siswa Sehari-hari. Dengan demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran fiqih khususnya pada bab shalat akan lebih berkesan secara mendalam, metode ini biasanya digunakan dalam praktek ibadah, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Jugasiswa dapat mengamati dan memperhatikan ibadah shalat yang diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung.
Permasalahan Menurut Abu Ahmadi, yang dimaksud dengan metode demonstrasi adalah:“ Metode mengajar dimana guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas suatu proses (proses cara mengambil air wudhu, proses jalannya shalat dua raka’at dan sebagainya)”.[4]Yang timbul adalah pembelajaran yang bagaimana agar demonstrasi bisa dipahami oleh siswa, sehingga berhasil adanya demostrasi itu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut mengenai persoalan penggunaan metode demonstrasi dalam Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Fiqih yang di ajarkan guru,Hubungannya dengan Kualitas Ibadah Shalat Siswa Sehari-hari.Untuk itu penulis mengadakan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Fiqih dengan Metode Demonstrasi pada Bab Shalat Hubungannya dengan Kualitas Ibadah Shalat Siswa Sehari-Hari” (Penelitian di MTs Al-Falah Cicalengka Bandung)

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan gambaran judul diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana pelaksanaan pembelajaran fiqh dengan metode demonstrasi  pada bab shalat di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung?
2.      Bagaimana kualitas ibadah shalat sehari-hari siswa di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung?
3.      Bagaimana hubungan antara pelaksanaan pembelajaranfiqh dengan metode demonstrasi padabab shalat,dengan kualitas ibadah shalat siswa sehari-hari di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung ? 

C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan diatas yang menjadi tujuan penyusunan penelitian ini adalah:
a.       Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran fiqh denganmetode demonstrasi pada bab shalat di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung.
b.      Untuk mengetahui kualitas ibadah shalat sehari-hari siswa di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung.
c.         Untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan pembelajaran fiqh dengan metode demonstrasi pada bab shalat, dengan kualitas ibadah shalat sehari-hari siswa di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung.
2.      Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari pembahasan skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:
a.       Manfaat teoritis
Sebagai konstribusi khasanah ilmu pengetahuan dan untuk diteliti pada penelitian selanjutnya.
b.      Manfaat praktis
1)      Bagi Guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru-guru dalam penggunaan metode demonstrasi untuk meningkatkan kualitas ibadah shalat siswa sehari-hari di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung.
2)      Bagi Lembaga
Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan pedoman dalam meningkatkan kualitas ibadah shalat siswa sehari-hari di lembaga atau di sekolah  khususnya di sekolah MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung.
3)      Bagi penulis
Berguna dalam menambah wawasan dan pengalaman terutama dalam penggunaan metode demonstrasi untuk meningkatkan kualitas ibadah shalat siswa.

D.    Kerangka Pemikiran
Seperti terungkap pada pembahasan diatas, penelitian ini menyoroti dua variabel, yakni PelaksanaanPembelajaranFiqih pada Bab Shalat Hubungannya dengan Kualitas Ibadah ShalatSiswa Sehari-hari di MTs Al-Falah Cicalengka Bandung.
Dalam bidang studi agama, banyak materi pembelajaran yang perlu didemonstrasikan secara langsung di hadapan anak-anak agar tidak terjadi verbalisme pembelajaran, terutama pada materi pembelajaran yang bersifat praktik pelaksanaan ibadah, seperti pelaksanaan shalat. Apabila teori menjalankan shalat yang betul dan baik telah dimiliki oleh anak didik, maka guru harus mencoba mendemonstrasikan di depan para murid. Hal yang dapat juga dilakukan, guru memilih seorang murid yang paling terampil, kemudian di bawah bimbingan guru disuruh mendemonstrasikan cara shalat yang baik di depan teman-temannya yang lain. Di sinilah pentingnya metode demonstrasi digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran fiqih pada bab shalat.
Secara teoritis memang diakui bahwa tidak ada satupun metode yang paling efektif dan paling berhasil, tetapi paling tidak guru harus bisa memilih metode mana yang layak dipilih yang memungkinkan anak belajar dan berhasil dengan maksimal. Masing-masing metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Metode Demonstrasi adalah:
1.      Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme (pemahan secara kata-kata atau kalimat).
2.      Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
3.      Proses pengajaran lebih menarik
4.      Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.[5]

Di samping memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan yaitu sebagai berikut:
1.    Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan tidak efektif.
2.    Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.
3.    Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.[6]

Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan-kelemahan metode demonstrasi, menurut Wina Sanjaya adalah sebagai berikut:
1.      Guru menentukan terlebih dahulu hasil yang ingin dicapai dalam jam pertemuan itu.
2.      Guru mengarahkan demonstrasi itu sedemikian rupa sehingga murid-murid memperoleh pengertian dan gambaran yang benar, pembentukan sikap, dan kecakapan praktis.
3.      Guru memilih dan mengumpulkan alat-alat demonstrasi yang akan dilaksanakan.
4.      Guru berusaha agar seluruh murid dapat mengikuti pelaksanaan demonstrasi itu sehingga memperoleh pengertian dan pemahaman yang sama.
5.      Guru memberikan pengertian yang sejelas-jelasnya tentang lseorang muslimsan teori dari yang didemonstrasikan. Hindari pemakaian istilah yang tidak dapat dipahami murid.
6.      Sedapat mungkin bahan pelajaran yang didemonstrasikan adalah hal-hal yang bersifat praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.[7]

Guru menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya demonstrasi itu dimulai, guru telah mengadakan uji coba (try out) supaya kelak ia mampu melakukannya dengan tepat.
Dalam pembelajaran tentang shalat metode demonstrasi digunakan untuk membantu siswa memahami materi pembelajaran secara maksimal dan juga mampu mempraktikkan shalat itu sendiri secara baik dan benar. Bila metode ini dilaksanakan secara baik oleh guru dengan mengindahkan prosedur dan teknik demonstasi yang baik, maka dapat diharapkan bahwa pembelajaran tentang shalat akan berhasil dengan baik, mengingat shalat merupakan materi pembelajaran yang menuntut banyak keterampilan dan praktik.
Untuk mencapai efektivitas pembelajaran maka penggunaan metode demonstrasi perludirencanakan oleh guru secara efektif. Guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut:[8]
1.      Merumuskan tujuan yang jelas dan sudut kecakapan atau kegiatan yang diharapkan dapat dicapai atau dilaksanakan oleh siswa itu sendiri bila demonstrasi itu berakhir.
a.       Mempertimbangkan apakah metode itu wajar dipergunakan dan merupakan metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan
b.      Apakah alat-alat yang diperlukan untuk demonstrasi itu bisa didapat dengan mudah, dan apakah alat-alat itu sudah dicoba terlebih dahulu supaya waktu dilakukan demonstrasi tidak gagal.
c.       Apakah jumlah alat/bahan memungkinkan diadakan demonstrasi dengan jelas?[9]
2.      Menetapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya sebelum demonstrasi dilakukan, oleh guru sudah dicoba terlebih dahulu supaya tidak gagal pada waktunya.
3.      Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan. Apakali tersedia waktu untuk memberi kesempatan siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan komentar selama dan sesudah dernonstrasi. Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk rnerangsang observasi.
4.      Selama demonstrasi berlangsung seorang muslim bertanya pada diri sendiri apakah :
a.       Keterangan-keterangan itu dapat didengar dengan jelas oleh siswa.
b.      Alat itu telah ditempatkan pada posisi yang baik sehingga setiap siswa dapat melihat dengan jelas.
c.       Perlu disarankan kepada siswa untuk membuat catatan-catatan seperlunya dengan waktu secukupnya.
5.      Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan murid. Seringkali perlu terlebih dahulu diadakan diskusi-diskusi dan siswa mencobakan lagi demonstrasi dan eksperimen agar memperoleh kecekatan yang lebih baik.

Langkah-langkah menggunakan metode demonstrasi untuk pembelajaran shalat adalah sebagai berikut:[10]
a.       Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1.      Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir.
2.      Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan.
3.      Lakukan uji coba demonstrasi.

b.      Tahap Pelaksanaan
1.      Langkah pembukaan.
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya:  a).Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan. b) Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa. c)Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan demonstrasi.
2.      Langkah pelaksanaan demonstrasi
a)      Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaanpertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi.
b)      Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan.
c)      Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan memerhatikan reaksi seluruh siswa.
d)     Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.
3.      Langkah mengakhiri demonstrasi
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

Pelaksanaan demontrasi yang baik dan benar memungkinkan siswa dapat memahami dan mampu melaksanakan shalat dengan baik dan benar sebagaimana yang dikehendaki oleh Rasulullah SAW. Alasan mengapa shalat harus baik dan benar adalah karena shalat adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam. Dalam deretan rukun Islam Rasulullah SAW. menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat (syahadatain). Rasullah bersabda, Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berhajji ke ka’bah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.[11]
Ketika ditanya Malaikat Jibril mengenai Islam, Rasullah SAW. lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain (HR. Muslim, No.8). Orang yang mengingkari salah satu dari rukun Islam, otomatis menjadi murtad (keluar dari Islam). Abu Bakar Ash Shidiq ra. ketika menjabat sebagai khalifah setelah Rasullah SAW. wafat, pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat. Bagi Abu Bakar mereka telah murtad, maka wajib diperangi. Para sahabat bergerak memerangi mereka. Peristiwa itu terkenal dengan harbul murtaddin. Ini baru manolak zakat, apalagi menolak shalat.
Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa pada awal surah Al-Baqarah, Allah menerangkan bahwa menegakkan ibadah shalat adalah ciri kedua setelah beriman kepada yang ghaib (Al-Baqarah: 3).[12] Dari proses bagaimana ibadah shalat ini disyariatkan lewat kejadian yang sangat agung dan seorang muslim kenal dengan peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW. tidak menerima melalui perantara Malaikat Jibril, melainkan Allah swt. langsung mengajarkannya. Dari sini tampak dengan jelas keagungan ibadah shalat. Bahwa shalat bukan masalah ijtihadi (baca: hasil kerangan otak manusia yang bisa ditambah dan dikurangi) melainkan masalah ta’abbudi (baca: harus diterima apa adanya dengan penuh ketaatan). Sekecil apapun yang akan seorang muslim lakukan dalam shalat harus sesuai dengan apa yang diajarkan Allah langsung kepada Rasul-Nya, dan yang diajarkan Rasulullah SAW. kepada seorang muslim.
Bila dalam ibadah haji Rasulullah SAW. bersabda, Ambillah dariku cara melaksanakan manasik hajimu, maka dalam shalat Rasullah bersabda, “shalatlah sebagaiman kamu melihat aku shalat”. Untuk menjelaskan bagaimana cara Rasullah SAW. melaksanakan shalat, paling tidak ada dua dimensi yang bisa diuraikan dalam pembahasan ini: dimensi ritual dan dimensi spiritual.
Dimensi Ritual Shalat
Dimensi ritual shalat adalah tata cara pelaksanaannya, termasuk di dalamnya berapa rakaat dan kapan waktu masing-masing shalat (shubuh, zhuhur, ashar, maghrib, isyaa’yang harus ditegakkan. Dalam hal ini tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah SAW., apa lagi ulama, yang mencoba-coba berusaha merevisi atau menginovasi. Umpamanya yang empat rakaat dikurangi menjadi tiga, yang tiga ditambah menjadi lima, yang dua ditambah menjadi empat dan lain sebagainya.
Dalam segi waktu pun tidak ada seorang ulama yang berani menggeser. Katakanlah waktu shalat Zhuhur digeser ke waktu dhuha, waktu shalat Maghrib digeser ke Ashar dan sebagainya (perhatikan: An-Nisaâ: 103). Artinya shalat seorang tidak dianggap sah bila dilakukan sebelum waktunya atau kurang dari jumlah rakakat yang telah ditentukan. Dalam konteks ini tentu tidak bisa beralasan dengan shalat qashar (memendekkan jumlah rakaat) atau jama’ taqdim dan ta’khir (menggabung dua shalat seperti dzhuhur dengan ashar: diawalkan atau diakhirkan) karena masing-masing dari cara ini ada nashnya (baca: tuntunan dari Alquran dan sunnah Rasullah SAW.; An-Nisaâ: 101), dan itupun tidak setiap saat, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam nash.
Apa yang dibaca dalam shalat juga tercakup dalam tata cara ini dan harus mengikuti tuntunan Rasulullah. Jadi tidak bisa membaca apa saja seenaknya. Bila Rasullah memerintahkan agar seorang muslim harus shalat seperti beliau shalat, maka tidak ada alasan lagi bagi seorang muslim untuk menambah-nambah. Termasuk dalam hal menambah adalah membaca terjemahan secara terang-terangan dalam setiap bacaan yang dibaca dalam shalat. Karena sepanjang pengetahuan penulis tidak ada nash yang memerintahkan untuk juga membaca terjemahan bacaan dalam shalat, melainkan hanya perintah bahwa seorang muslim harus mengikuti Rasullah secara ta’abbudi dalam melakukan shalat ini.
Mungkin seorang mengatakan, benar seorang muslim harus mengikuti Rasulullah, tapi bagaimana kalau seorang muslim tidak mengerti apa makna bacaan yang seorang muslim baca dalam shalat? Bukankah itu justru akan mengurangi nilai ibadah shalat itu sendiri? Dan seorang muslim hadir dalam shalat menjadi seperti burung beo, mengucapkan sesuatu tetapi tidak paham apa yang seorang muslim ucapkan?
Untuk mengerti bacaan dalam shalat, caranya tidak mesti dengan membaca terjemahannya ketika shalat, melainkan Seorang muslim bisa melakukannya di luar shalat. Sebab, tindakan membaca terjemahan dalam shalat seperti tindakan seorang pelajar yang menyontek jawaban dalam ruang ujian. Bila menyontek, jawaban merusak ujian pelajar. Membaca terjemahan dalam shalat juga merusak shalat. Bila si pelajar beralasan bahwa ia tidak bisa menjawab kalau tidak nyontek, seorang muslim menjawab Seorang muslim salah mengapa tidak belajar sebelum masuk ke ruang ujian. Demikian juga bila seorang beralasan bahwa ia tidak mengerti kalau tidak membaca terjemahan dalam shalat, seorang muslim jawab, Seorang muslim salah mengapa Seorang muslim tidak belajar memahami bacaan tersebut di luar shalat. Mengapa Seorang muslim harus mengorbankan shalat, demi memahami bacaan yang Seorang muslim baca dalam shalat?
Pentingnya mengikuti cara Rasulullah bershalat, ternyata bukan hanya bisa dipahami dari hadits tersebut di atas, melainkan dalam teks-teks Alquran sangat nampak dengan jelas. Dari segi bahasa dan gaya ungkap Alquran selalu menggunakan “aqiimush shalaata” (tegakkankanlah shalat) atau “yuqiimunash sahalata” (menegakkan shalat). Menariknya, ungkapan seperti ini juga digunakan Rasullah SAW. Pada hadits mengenai pertemuannya dengan Malaikat Jibril, Rasullah bersabda: “watuqiimush shalata” (HR. Muslim No.8) dan pada hadits mengenai pilar-pilar Islam bersabda: “waiqaamish shalati”.[13]
Apa makna dari aqiimu atau yuqiimu di sini? Mengapa tidak langsung mengatakan shallu (bershalatlah) atau yushalluuna (mereka bershalat)? Para ahli tafsir bersepakat bahwa dalam kata aqiimu atau yuqiimuuna mengandung makna penegasan bahwa shalat itu harus ditegakkan secara sempurna: baik secara ritual dengan memenuhi syarat dan rukunnya, tanpa sedikitpun mengurangi atau menambah, maupun secara spiritual dengan melakukannya secara khusyuk seperti Rasulullah SAW. melakukannya dengan penuh kekhusyukan. Masalah khusyu’ adalah pembahasan dimensi spiritual shalat yang akan seorang muslim bicarakan setelah ini.
Dimensi Spiritual Shalat
Mengikuti cara Rasulullah SAW. shalat tidak cukup hanya dengan menyempurkan dimensi ritulanya saja, melainkan harus juga diikuti dengan menyempurnakan dimensi spritualnya. Ibarat jasad dengan ruh, memang seorang bisa hidup bila hanya memenuhi kebutuhan jasadnya, namun sungguh tidak sempurna bila ruhnya dibiarkan meronta-meronta tanpa dipenuhi kebutuhannya. Demikian juga shalat, memang secara fikih shalat Seorang muslim sah bila memenuhi syarat dan ruku’nya secara ritual, tapi apa makna shalat Seorang muslim bila tidak diikuti dengan kekhusyukan. Perihal kekhusyukan ini Alquran telah menjelaskan, Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, dan sesungguhnya shalat itu sangat berat kecuali bagi mereka yang khusyu.(Al-Baqarah: 45).[14]
Imam Ibn Katsir, ketika menafsirkan ayat ini, menyebutkan pendapat para ulama salaf mengenai makna khusyu’ dalam shalat: Mujahid mengatakan, itu suatu gambaran keimanan yang hakiki. Abul Aliyah menyebut, alkhasyi’inadalah orang yang dipenuhi rasa takut kepada Allah. Muqatil bin Hayyanperpendapat, alkhasyi’in itu orang yang penuh tawadhu’. Dhahhaq mengatakan, alkhasyi’in merupakan orang yang benar-benar tunduk penuh ketaatan dan ketakutan kepada Allah.[15]Dan pada dasarnya shalat seperti yang digambarkan Ustadz Sayyid Quthub adalah hubungan antara hamba dan Tuhannya yang dapat menguatkan hati, membekali keyakinan untuk menghadapi segala kenyataan yang harus dilalui. Rasulullah SAW. “kata Sayyid- setiap kali menghadapi persoalan, selalu segara melaksanakan shalat.[16]
Dalam hal ini tentu shalat yang dimaksud bukan sekedar shalat, melainkan shalat yang benar-benar ditegakkan secara sempurna: memenuhi syarat dan rukunnya, lebih dari itu penuh dengan kekhusyukan. Karena hanya shalat yang seperti inilah yang akan benar-benar memberikan ketenangan yang hakiki pada ruhani, dan benar- benar melahirkan sikap moral yang tinggi, seperti yang dinyatakan dalam Alquran: “…dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”. (Al-Ankabut: 45).[17]
Jelas, bahwa hanya shalat yang khusyu’ yang akan membimbing pelaksananya pada ketenangan dan kemuliaan perilaku. Oleh sebab itu para ulama terdahulu selalu mengajarkan bagimana seorang muslim menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan. Imam As-Samarqandi dalam bukunya tanbihul ghafiliin, menulis bab khusus dengan judul: Bab itmamush shalaati wal khusyu’ fiihaa (Bab menyempurkan dan khusyuk dalam shalat). Disebutkan dalam buku ini bahwa orang yang sembahyang banyak, tetapi orang yang menegakkan shalat secara sempurna sedikit.[18]
Imam As-Samarqandi benar. Kini seorang muslim menyaksikan orang-orang shalat di mana-mana. Tetapi, berapa dari mereka yang benar-benar menikmati buah shalatnya, menjaga diri dari perbuatan keji, perzinaan, korupsi dan lain sebagainya yang termasuk dalam kategori munkar.
Antara Ritual dan Spritual
Ketika Rasulullah SAW. memerintahkan agar seorang muslim mengikuti shalat seperti yang beliau lakukan, itu maksudnya mengikuti secara sempurna: ritual dan spiritual. Ritual artinya menegakkan secara benar syarat dan rukunnya, spiritual artinya melaksanakannya dengan penuh keikhlsan, ketundukan dan kekhusyukan.
Kedua dimensi itu adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Satu dimensi hilang, maka shalat Seorang muslim tidak sempurna. Bila seorang muslim hanya mengutamakan yang spiritual saja, dengan mengabaikan yang ritual (seperti tidak mengkuti cara-cara shalat Rasulluah secara benar, menambahkan atau mengurangi, atau meniggalkannya sema sekali) itu tidak sah. Dengan bahasa lain, shalat yang ditambah dengan menerjemahkan setiap bacaannya ke dalam bahasa Indonesia, itu bukan shalat yang dicontohkan Rasullah. Maka, itu tidak disebut shalat, apapun alasan dan tujuannya.
Sebaliknya, bila yang Seorang muslim utamakan hanya yang ritual saja dengan mengabaikan yang spiritual, boleh jadi shalat Seorang muslim sah secara fikih. Tetapi, tidak akan membawa dampak apa-apa pada diri Seorang muslim. Karena yang Seorang muslim ambil hanya gerakan shalatnya saja. Sementara ruhani shalat itu Seorang muslim campakkan begitu saja. Bahkan bila yang seorang muslim abaikan dari dimensi spiritual shalat itu adalah keikhlasan, akibatnya fatal. Shalat Seorang muslim menjadi tidak bernilai apa-apa di sisi-Nya.[19]
Berangkat dari uraian di atas, maka kerangka pemikiran ini dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar 1. Hubungan Variabel X dan Y
Proses Pembelajaran yang Dilakukan Siswa
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN FIQH DENGAN METODE DEMONSTRASI PADA BAB SHALAT  DI MTs AL-FALAH (VARIABEL X)
1.    Gurumenunjukkan gerakan shalat yang baik dan benar
2.    Guru menunjukkanbacaan shalat dengan baik dan benar
3.    Guru menunjukkan model shalat yang tepat
4.     Guru memberikan analisis tingkah laku yang dimodelkan
5.     Guru memberikan kesempatan kepada siswa mempraktikkan shalat yang dimodelkan
KUALITAS PELAKSANAAN IBADAH SHALAT SEHARI-HARI SISWA DI MTs. AL-FALAH (VARIABEL Y)
Dimensi Ritual:
1.    Siswa mampu melakukan gerakan shalat dengan baik dan benar.
2.    Siswa mampu membaca bacaan shalat dengan baik dan benar
3.    Siswa mampu menirukan model yang dicontohkan guru
  Dimensi Spiritual:
4.     Khusyu’
5.     Khudhu’
6.     Khauf


 























E.     Hipotesis Penelitian
Hipotesis ini merupakan rumusan yang harus diuji kebenarannya dan dapat digunakan  untuk pemecahan masalah, walaupun hasilnya perlu diuji kembali kebenarannya.Jika pelaksanaan pembelajaran dengan metode demonstrasi pada mata pelajaran fiqih dalam materi shalat itu efektif, maka siswa cenderung berkualitas dalam melaksanakan ibadah shalat sehari-hari.
Secara statistik, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ha :Terdapat hubungan yang signifikan antara Pelaksanaan Pembelajaran Fiqh dengan Metode Demonstrasi pada Bab Shalat dengan Kualitas Ibadah Shalat Siswa Sehari-Hari.
Ho :Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Pelaksanaan Pembelajaran Fiqh dengan Metode Demonstrasi pada Bab Shalat dengan Kualitas Ibadah Shalat Siswa Sehari-Hari.

F.     Langkah-langkah Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian, ditempuh langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
1.      Melakukan studi Pendahuluan
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan dengan menggunakan observasi langsung ke lokasi penelitian. Maksud dari studi pendahuluan tersebut adalah untuk mengetahui  kemungkinan penelitian tentang“Pelaksanaan Metode Demonstrasi Pada Mata Pelajaran Fiqih, Hubungannya dengan Kualitas Ibadah ShalatSiswa Sehari-Hari di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung”, bisa dilaksanakan.
2.      Menentukan Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini metode deskriptif, yakni metode penelitian yang berusaha melakukan pemecahan  masalah yang terjadi dimasa sekarang, masalah itu dideskripsikan sesusai dengan kondisi yang nyata.[20] Metode ini digunakan karena didasarkan atas sifat penelitian yang dimaksud menguraikan masalah-masalah yang aktual.Adapun pembagian variabel-variabel yang hendak diteliti adalah:Variabel bebas (X) : Pelaksanaan Metode Demonstrasipada Bab Shalat; dan Variabel terikat (Y) : Kualitas Ibadah Shalat Siswa Sehari-hari
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antaradua variabel, dan apabila ada, seberapa eratnya hubungan serta berarti ada atautidaknya hubungannya.
3.      Menentukan Populasi dan Sampel
a.       Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto Populasi adalah keseluruhan subyek dalam penelitian.Sedangkan Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.[21] Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa MTs. kelas VII. Karena sesuai dengan Mata Pelajaran Fiqih yaitu mengenai bahasan Ibadah Shalat yang materinya ada pada MTs. Kelas VII. Adapun jumlah seluruh siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah Al-Falah Cicalengka Bandung pelajaran 2010/2011 adalah 197 siswa, dengan rincian sebagai berikut:
1.      Kelas VII A berjumlah 38 siswa
2.      Kelas VII B berjumlah 40 siswa
3.      Kelas VII C berjumlah 40 siswa
4.      Kelas VII D berjumlah 40 siswa
5.      Kelas VII E berjumlah 39 siswa
b.      Sampel
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sampling sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto yaitu Apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian ini mengambil sebagian dari seluruh jumlah populasi 197orang yaitu sebanyak 18,5%, maka sampel di dapat yaitu :
 x 197 = 36 orang siswa.
4.      Menentukan Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang diperoleh terbagi dua bagian, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
a.       Observasi
Obsevasi bisa diartikan sebagai pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.[22]Teknik ini di arahkan pada kondisi objektif MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung.
b.      Wawancara
Dalam teknik ini dilakukan wawancara langsung terhadap sumber data atau orang yang dianggap mengetahui tentang data yang diperlukan. Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data, dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang disajikan terhadap seorang yang dianggap sebagai sumber data. Dengan teknik ini akan dilakukan wawancara langsung dengan Kepala Sekolah mengenai objek sekolah dan kepada guru fiqih kelas VII  yang bertujuan untuk mengetahui penggunaan metode demonstrasi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, yang hubungannya dengan Ibadah Shalat siswa.
c.       Angket
Untuk mempermudah diadakannya penelitian, maka harus ada teknik penelitian yang salah satunya yaitu berbentuk angket.Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengancara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepadaresponden untuk dijawabnya.
Menurut Sugiyono mengatakan :Angket merupakan teknik pengumpulan datayang efisien bila penelititahu dengan pasti variabel yang akan diukur dantahu apayang bisadiharapkan dari responden”.[23]Angket disebarkan kepada siswa kelas VII dalam rangka menggalidata tentang penggunaan metode demonstrasi shalat dan kualitas ibadah shalat siswa sehari-hari di MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung.
5.      Menentukan Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik-teknik yang telah ditentukan. Ada dua jenis data yang diperoleh, yaitu Data Kualitatif dan Data Kuantitatif. Data kuantitatif memerlukan proses pengolahan dan analisis lebih lanjut. Salah satu cara yang digunakan dalam mengolah data kuantitatif ialah statistik, yang dibedakan  atas statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskriptifkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengukuran.
Dalam pengolahan data dan menganalisis data secara statistik digunakan langkah-langkah sebagai berikut :
a.      Analisis Parsial
Analisis ini dimaksudkan untuk menganalisis masing-masing variabel, baik variabel X maupun variabel Y secara terpisah yaitu dengan mencari rata-rata dan menguji normalitas dari masing-masing variabel.
b.      Uji Normalitas Distribusi
Uji normalitas distribusi frekuensi dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik apa yang dipakai dalam analisis lebih lanjut.Data yang perlu diuji normalitas distribusi frekuensi dalam penelitian iniada dua kelompok yaitu : kelompok data (X) dan data (Y). Perhitungan uji normalitas distribusi ini menggunakan rumus Chi-kuadrat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Mencari R = H - L
2)      Mencari nilai   K : 1 + 3,3 log n
3)      Mencari nilai panjangnya kelas  P = R : K
4)      Mencari rata-rata (mean) dengan rumus :
5)      Mencari stseorang muslimrd deviasi (SD) dengan rumus :
6)      Membuat daftar frekuensi yang diharapkan, dengan cara
a)      Menentukan batas kelas
b)      Mencari Z-score untuk batas kelas interval dengan rumus:  Z =
7)      Mencari chi-kuadrat hitung (X2hitung)            
Sumber: Riduwan (2009:219)
8)      Membandingkan X2hitung dengan X2tabel.
Dengan membandingkan X2hitung dengan nilai X2tabel untuk α = 0,05 dan derajad kebebasan (dk) = k-1 dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
Jika X2hitung    X2tabel, artinya distribusi data tidak normal
Jika X2hitung   X2tabel,  artinya data berdistribusi normal.

  1. Uji Linieritas Regresi
Uji linieritas regresi dilakukan untuk mengukur derajat keeratan hubungan, memprediksi besarnya arah hubungan itu, serta meramalkan besarnya variabel dependen jika nilai variabel independen diketahui.
Persamaan regresi yang diuji adalah model regresi linier sederhana variabel Y atas variabel X, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)      Mencari angka statistik:
2)      Mencari jumlah kuadrat Regresi (JKReg[a]) dengan rumus:
JKReg[a] =
3)      Mencari jumlah kuadrat Regresi (JKReg[b/a]) dengan rumus:
JKReg[b/a] =
4)      Mencari jumlah kuadrat Residu (JKRes) dengan rumus:
JKRes = ∑Y2- JKReg[b/a] -JKReg[a]
5)      Mencari rata-rata jumlah kuadrat regresi (RJKReg[a] ) dengan rumus:
 RJKReg[a] -JKReg[a]
6)      Mencari rata-rata jumlah kuadrat regresi (RJKReg[b/a] ) dengan rumus:
RJKReg[b/a] = JKReg[b/a]
7)      Mencari rata-rata jumlah kuadrat Residu (RJKRes) dengan rumus:
RJKRes =
8)      Mencari jumlah kuadrat error (JKE) dengan rumus:
9)      Mencari jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC) dengan rumus:  JKTC = JKRes - JKE
10)  Mencari rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok (RJKTC) dengan rumus:
RJKTC =                        Ket. K = jumlah kelompok
11)  Mencari rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:  RJKE =
12)  Mencari nilai Fhitung dengan Fhitung =
13)  Menentukan keputusan pengujian
Jika F hitung  ≤ Ftabel, artinya data berpola Linier dan
Jika Fhitung    Ftabel,  artinya data berpola Tidak Linier.
14)  Mencari Ftabel dengan rumus : Ftabel = F (1 - a) (dk TC, dk E)
                                                                 = F (1 - 0,05) (dk = k - 2, dk = n - k)
            Cara mencari Ftabel =   dk = k-2 = sebagai angka pembilang
                                                dk = n-k = sebagai angka penyebut.
15)  Membandingkan Fhitung dengan Ftabel

d.      Uji Korelasi
Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan antar variabel yang dianalisis. Dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment (PPM) jika berdistribusi normal, berpola linier, dan subjeknya sama.
Rumus PPM :       
Teknik analisis korelasi PPM termasuk teknik statistik parametrik yang menggunakan data interval dan ratio dengan persyaratan tertentu.
Langkah-langkah menjawab korelasi PPM:
1)      Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat
Ha: Ada hubungan yang signifikan antara Pelaksanaan Pembelajaran Fiqih dengan Metode Demonstrasi pada Mata elajaran fiqh  bab shalat dengankualitas ibadah shalat mereka sehari-hari.
Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan pembelajaran dengan metode demonstrasi pada mata pelajaran fiqh bab shalat dengan prestasi belajar siswa.
2)      Membuat Ha dan Ho dalam bentuk statistik:
Ha: r ≠ 0
Ho: r = 0
3)      Menguji signifikasi dengan rumus t hitung :
4)      Membuat interpretasi 
Jika salah satu atau kedua variabel tidak berdistribusi normal maka rumus korelasi yang digunakan adalah rumus Spearman Rank yang menggunakan data ordinal. Oleh sebab itu, perlu dilakukan cara dengan mengkonversikan skor mentah (Skor X dan Y) ke dalam skor baku untuk dapat dilakukan pengujian selanjutnya (yang dimaksud di sini adalah uji korelasi dengan menggunakan data yang sudah dibakukan yaitu data ordinal menjadi interval atau data mentah menjadi data baku). Adapun teknik mengubahnya adalah dengan Rumus Skor Ti dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)      Mencari rata-rata (mean) diambil dari data ordinal melalui data yang didistribusikan dengan rumus :
b)      Mencari simpangan baku (stseorang muslimrd deviasi) diambil dari data ordinal melalui data yang didistribusikan dengan rumus :
c)      Mengubah data ordinal menjadi data interval dengan rumus :
   
Dimana :           Ti = Skor Baku (data interval)
Xi = Skor Mentah (data ordinal)
 = rata-rata (mean)
S = stseorang muslimr deviasi                        Sumber: (Riduwan, 2009:220)
G.    Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman secara menyeluruhtentang skripsi ini, maka sistematika laporan dan pembahasannya telahdisusun sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berfungsi sebagaipengantar informasi bagi peneliti untuk membahas berbagai gambaran singkatdan mencapai tujuan penulisan yang meliputi: latar belakang masalah,rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, Kerangka Pemikiran,Hipotesis Penelitian, Langka-langkah Penelitian, dan sistematikapembahasan.
Bab kedua, merupakan bab kajian pustaka yang membahas tentangmetode pelaksanaan, metode demonstrasi, ibadah shalat, sertahubungannya dengan ibadah shalat siswa sehari-hari, Metodepelaksanaan meliputi pengertian metode pelaksanaan dan macam-macammetode pelaksanaan. Metode demonstrasi berisi yang meliputi pengertianmetode demonstrasi, beberapa petunjuk tentang metode demonstrasi, langkah-langkahmenggunakan metode demonstrasi, pelaksanaan metode demonstrasi,kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi, serta cara mengatasikekurangan metode demonstrasi. Ibadah shalat  yang dibahas meliputi pengertian shalat, makna shalat, fungsi shalat, tujuan shalat, Hukum meninggalkan shalat, hubungan antara pelaksanaan metode demonstrasi shalat pada mata pelajaran fiqih dengan kualitas ibadah shalat siswa sehari-hari.
Bab ketiga, merupakan bab hasil penelitian yang membahas tentang data dan temuan yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur yang diuraikan dalam Bab I tentang langkah-langkah penelitian yang meliputi: latar belakang obyek penelitian yang terdiri dari identitas sekolah, sejarah obyek penelitian, visi misi, struktur organisasi, sarana prasarana, kegiatan pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler,; deskripsi data dan pengujian hipotesis; penafsiran dan pembahasan hasil penelitian, yakni berisi tentangpenggunaanmetode demonstrasi pada mata pelajaran fiqih di sekolah MTs. Al-Falah Cicalengka Bandung dan hubungannya dengan ibadah shalat siswa sehari-hari.
Bab keempat, merupakan bab penutup dari pembahasan dan penelitian dalam penulisan skripsi ini, yakni menyimpulkan hasil penelitian secara menyeluruh. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan saran sebagaiperbaikan dari segala kekurangan dan disertai dengan lampiran-lampiran.







[1]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 205
[2]Syaiful Djamarah, Strategi belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 90
[3]Drs. Roestiyah N.K, Strategi Belajar Menagajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 84
[4]Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama (MKPA) (Bandung: Armico, 1986),
hlm. 120.
[5]Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hlm.91.

[6]Ibid
[7]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Stseorang muslimr Proses Pendidikan (Jakarta:Kencana Perdana Media Group, 2008), hlm. 125.
[11] HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16.
[12]Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 3.
[13] HR. Bukahri No.8 dan HR. Muslim No.16.
[14]Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 2.
[15] Ibn Katsir, Tafsirul Qur’anil azhim, Bairut, Darul fikr, 1986, vol. 1, h.133.
[16] Sayyid Quthub, fii zhilalil Qur’an, Bairut, Darusy syuruuq, 1985, vol. 1, h. 69.
[17]Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 5
[18] As Samarqandi, Tanbihul ghafiliin, Bairut, Darul Seorang muslimb al-‘Araby, 2002, h. 293.

[19] http://www.dakwatuna.com/2007/dua-dimensi-shalat/
[20]Surakhmad, Metode Penelitian (Bandung: Tarsito, 1989), hlm. 35.
[21]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 173-174.
[22]Abdurrahamat Fathoni, M.Si,Metodologi Penelitian (Jakarta : Rineka Cipta,2006), hlm. 104.
[23]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan Kualitatiif RD (Bandung: Alfabeta,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar