BAB I
PENDAHULUAN
Buku dengan judul “ Curriculum
Development ” edisi ketiga yang ditulis oleh Laurie Brady diterbitkan oleh Prentice Hall setebal 251
halaman.
Ada empat tiga bagian atau bahasan utama di dalam buku ini, yaitu :
1. Presage , yang berisi paparan pengembangan kurikulum berbasis sekolah di negara
Australia, karakteristik pengembangan
kurikulum berbasis sekolah di negara Autralia, praktek pengembangan kurikulum
berbasis sekolah di negara Autralia, dan tanggapan yang terjadi atas pengembangan kurikulum berbasis sekolah
di negara Autralia.
Hal kedua yang dibahas pada bagian pertama ini
adalah paparan berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang perlu diperhatikan
untuk analisis situasi, faktor-faktor
untuk analisis situasi, baik internal maupun ekternal.
Hal ketiga yang dibahas adalah landasan disiplin ,
kontribusi teori-teori dan filosofi, psikologi, dan sosiologi serta peran guru
di dalam melakukan pengembangan kurikulum
2. Process , berisi paparan dari model-model
pengembangan kurikulum, mulai dari pemahaman persepsi atas suatu model,
dan macam-macam model itu sendiri. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan di
dalam model tersebut adalah penentapan tujuan, pemilihan isi, pemilihan metode,
serta pemilihan prosedur evaluasi peserta didik.
3. Product , berisi paparan dalam melakukan evaluasi
terhadap kurikulum , mulai dari konsep evaluasi kurikulum,
pendekatan di dalam melakukan evaluasi, permasalahan di dalam evaluasi
kurikulum, kriteria evaluasi kurikulum, teknik evaluasi kurikulum, bias
evaluator, langkah-langkah di dalam melakukan evaluasi kurikulum beserta format
laporan hasil evaluasi kurikulum.
Hal lain yang dijelaskan pada bagian ini adalah
model evaluasi kurikulum, diperkenalkan model Tyler, model Kemmis, model
Walberg yang masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan serta situasi
khusus di dalam mengimplementasikan model tersebut.
4. Programming , berisi paparan perihal program
pengembangan kurikulum, beserta langkah-langkahnya dan
format program pengembangan kurikulum yang mungkin dapat dijadikan referensi
untuk kemudian kita implementasikan dengan peyesuaian atas situasi dan kondisi
kita atau sekolah.
BAB II
DESKRIPSI ISI BUKU
PART
1 : PRESAGE
Bagian ini menjelaskan apa yang diperlukan guru
di dalam mempertimbangkan suatu
pengembangan kurikulum yang sudah dilakukan dengan melingkupi tiga area dasar perencanaan kurikulum , yaitu (a)
kontek besar kependidikan, (b) kontek situasi
sekolah, (c) kontribusi dari landasan studi .
CHAPTER ONE :
The Context School-Based Curriculum Development (SBCD)
Pada bagian ini, dijelaskan
di negara Autralia telah terjadinya suatu perpindahan tanggung
jawab dalam pengambilan keputusan atas
pengembangan kurikulum dari yang bersifat terpusat oleh pemerintah menjadi kewenangan ada paa
masing-masing sekolah di negara Australis.
Aspek perpindahan tanggung jawab di dalam pengembangan
kurikulum memberikan otonomi yang luas
kepada sekolah dan guru di dalam mengambil suatu keputusan atas kurikulum apa
yang perlu dikembangkan khususnya pada tatar sekolahnya. Keluasan sekolah dan guru di dalam mengambil
keputusan berkaitan dengan pengembangan kurikulum sekolahnya ini dikenal dengan
sebutan School-Based Curriculum Development (SBCD).
School Based Curriculum Development
diterapkan negara Australis semenjak tahun 1970-an dengan melibatkan
beberapa hal yaitu :
(a)
partisipasi
guru untuk menghubungkan pengembangan
kurikulum dengan implementasi;
(b)
partisipasi
seluruh atau sebagian staf sekolah;
(c)
serangkaian
aktivitas termasuk didalamnya pemilihan berbagai alternatif kurikulum yang ada,
adaptasi dalam melakukan modifikasi kurikulum yang sudah ada, dan perancangan
kurikulum yang baru;
(d)
perpindahan
tanggung jawab daripada dipersepsikan sebagai pemisahan tanggung jawab dari
pemerintah.
(e)
Proses
yang berkesinambungan yang melibatkan komunitas
(f) Memperlengkapi
berbagai variasi pendukung struktural.
Pada dasarnya pengembangan kurikulum berbasis
sekolah bukanlah fenomena baru, tetapi
sebetulnya udah terjadi dibeberapa sekolah, dan sangatlah sulit membuat batasan
secara rigit atas pemahaman dari pengembangan kurikulum berbasis sekolah
karena pengembangan kurikulum berbasis
sekolah mencakup pemilihan individual
oleh seluruh staf.
Oleh sebab itu di dalam pengembangan kurikulum
berbasi sekolah, pada tahap pertama kita perlu melakukan analisis situasi
sekolah dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini :
(a) struktur pendukung :
ketentuan administratif di dalam pengimplementasiannya baik di dalam maupun di
luar sekolah
(b) stuktur pengambilan
keputusan : ketentuan administratif di dalam sekolah untuk mengoptimalkan
partisipasi staf
(c) pergerakan
akuntabilitas : dampak dari kurikulum untuk semakin meningkatkan akuntabilitas
sekolah
(d) perubahan persepsi
atas peran guru : kemampuan para staf di
dalam menyesuaikan peran barunya sebagai
pengembang kurikulum daripada hanya sekedar pelaksana kurikulum
(e) sistem promosi :
melalui tranfer dan promosi
(f) seorang ahli sekolah
: yang memiliki pengalaman dan pengetahuan di dalam pengembangan kurikulum
CHAPTER
TWO :
Situational Analysis
Pada bagian ini,
dipaparkan kebutuhan untuk melakukan snalisis situasi di dalam
mengembangkan kurikulum. Ada beberapa
faktor utama yang akan terlibat didalam analisis situasi. Analisis situasi biasanya dilakukan sebelum dilaksanakannya pengembangan
kurikulum , dan selama berlangsungnya pengembangan kurikulum, para guru seharusnya tetap mengindahkan situasi yang
ada , disamping untuk tujuan tercapainya efektivitas ketika kurikulum yang baru itu
kita implementasikan.
Faktor-faktor untuk melakukan analisis situasi
tebagi menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi sekolah dan faktor internal
yang berada di dalam sekolah itu sendiri.
Faktor ekternal yang dimaksudkan meliputi :
(a) ekspektasi
perubahan budaya dan sosial : perubahan nasional budaya dan sosial, termasuk
didalamnya perubahan harapan para orang tua atas para siswanya;
(b) Kebijakan
sistem pendidikan : berkaitan dengan peraturan yang akan berdampak pada penerapan pengembangan kurikulum berbasis
sekolah serta pengaruhnya pada pengujian
dan penelitian;
(c) Perubahan mata materi
pelajaran : perubahan isi dan metode
sebagai pengaruh dari sosial budaya atau perubahan pendidikan;
(d) Sistem penunjang
kontribusi guru yang potensial :
ketersediaan dukungan baik secara
institusi ataupun secara induvidual;
(e) Sumberdaya
: aliran sumberdaya yang masuk ke
sekolah.
Faktor
internal yang dimaksudkan meliputi :
(a) Siswa : karakteristik siswa, kemampuan dan tahap
perkembangan siswa;
(b) Guru : kekuatan
dan keterbatasan guru, minat, harapan, perilaku guru, gaya mengajar, penilaian diri dan perannya di
dalam pengembangan kurikulum;
(c) Etos sekolah :
suasana dan klimat sekolah, yang secara
fungsional didukung oleh kepala sekolah;
(d) Sumberdaya
material : sarana prasarana, peralatan
dan fasilitas, kebijakan yang berhubungan dengan hal itu;
(e) Penerimaan dan
pemecahan masalah : ketidakpuasan terhadap kurikulum yang sudah ada.
Sekolah merupakan organisasi yang kompleks , bahkan mungkin saja pada situasi yang
sama, penilaian yang terjadi dapat
berbeda-beda. Kenyataan ini merupakan justifikasi bagi analisis situasi ketika
pengembangan kurikulum dilakukan.
CHAPTER
THREE:
The contributing disciplines
Di dalam pengembangan
kurikulum, pengetahuan dan
kesadaran yang berasal dari disiplin
utama pendidikan sangat mempengaruhi setiap aspek perencanaan. Guru harus menerapkan pengetahuan dan kesadaran
ini tidak hanya pada saat sebelum
dilakukannya pengembangan kurikulum, tapi juga selama proses pengembangan
kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan
berkenaan dengan dasar-dasar
belajar, dasar-dasar sosial, metode
mengajar, keluaran yang diinginkan, dan dasar-dasar pebelajar harusnya terjawab
pada setiap tahapan pengembangan kurikulum.
Bagian tiga ini
memaparkan kontribusi filsafat,
psikologi dan sosiologi di dalam pengembangan kurikulum.
Proses pengembangan kurikulum melibatkan para guru
di dalam memutuskan pandangan atas
pengetahuan secara filosofi, interpretasi alamiah masyarakat, dan pemilihan
pengaruh kurikulum berdasarkan prinsip psikologis yang relevan .
Filosofi menekankan pada pemaknaan dari konsep yang biasanya menjawab
pertanyaan “apa artinya?” atau “bagaimana kita tahu?”.
Filosofi berperan di dalam perencanaan kurikulum melalui analisis alamiah
pengetahuan (epistimilogi), nilai dari pengetahuan (ethics) dan alamiah dari
kualitas mental (filsafat pikiran).
Secara spesifik, kontribusi
ketiga hal tersebut sangatlah
luas termasuk didalam penetapan tujuan, penetapan prioritas objektif,
penjelasan kegiatan kurikulum ,
pengorganisasian kurikulum, dan
pendefinisian “good life” serta
fungsi sekolah untuk mencapai good life
tersebut.
Psikologi menjelaskan
dan memperkirakan perilaku
manusia, dan berkontribusi di dalam perencanaan kurikulum bagi para guru dalam
hal alamiah belajar para siswa, pengkondisian situasi belajar dan nilai metode
mengajar serta efektivitas belajar
mengajar.
Sosiologi menjelaskan
analisis pengorganisasian hubungan antar manusia, dan memberikan konteribusi di
dalam perencanaan kurikulum dalam hal
memprediksikan pertumbuhan
sosial, dengan menyediakan informasi berkaitan dengan latar belakang sosial
siswa, evaluasi yang realistik atas
peran guru dan sekolah di dalam suatu
perubahan sosial, dan meningkatkan fleksibilitas guru, toleransi dan kesadaran
atas metode mendapatkan pengetahuan.
Pertimbangan sistematik
atas kontribusi filsafat, psikologi, dan sosiologi seharusnya dapat semakin
menjelaskan apa yang perlu dilakukan dan
meningkatkan kualitas pengembangan kurikulum, dan dapat lebih dipahami dengan
diagram berikut ini .
Disadur
dari Lawton, D.
(1978), “Why Curriculum Studies”.
PART 2 :
PROCESS
Bagian ini menjabarkan cara bagi para guru didalam mengembangan
kurikulum yang meliputi empat area dasar pengembangan kurikulum, yaitu
(a)perumusan tujuan, (b) pemilihan isi , (c) pemilihan metode, (d) emilihan
prsedur evaluasi, disamping itu pada bagian ini dijabarkan pula berbagai
model dalam mengubungkan
komponen-komponen kurikulum dalam sebuah perencaan kurikulum.
CHAPTER FOUR :
Models for Curriculum
Development
Bagian ini memberikan
paparan bagaimana proses pengembangan kurikulum . Pada bagian ini
diperkenalkan dua model pengembangan
kurikulum , yaitu model objektif dan model interaksi, meskipun dalam
perkembangnya model-model yang
diperkenalkan bukanlah satu-satunya model yang paling pas dalam pengembangan
kurikulum, tetapi akan terus berkembang dan disempurnakan dengan kompromi.
Model pengembangan
kurikulum dapat diartikan sebagai suatu
cara di dalam menunjukkan hubungan
antara komponen-komponen utama kurikulum di dalam suatu proses pengembangan
kurikulum. Komponen-komponen utama
kurikulum yang dimaksudkan adalah
tujuan, isi, metode dan evaluasi.
Model objektif
pengembangan kurikulum mengacu pada
suatu metode dimana pengembang kurikulumnya :
(a)
mulai
dengan merumuskan tujuan kurikulum;
(b)
berdasarkan
pada tujuan yang sudah dirumuskan , memilih isi kurikulum metode
penyampaiannya, dan
(c)
mengikuti
tahapan sesuai dengan komponen-komponen kurikulum sebagai suatu urutan
Model objektif pengembangan kurikulum dapat kita gambarkan seperti gambar berikut ini :
Model interaktif
pengembangan kurikulum mengacu pada suatu metode dimana pengembang kurikulumnya :
(a) mulai dari komponen
kurikulum mana saja;
(b) mengikuti tahapan apa saja dari komponen kurikulum
tersebut;
(c) menginterpretasi
komponen kurikulum sebagai interaktif
dan progress yang dapat dimodifikasi;
(d) dimungkinkan urutan perencanaan kurikulum berubah agar saling pas’
(e) bereaksi
terhadap situasi belajar untuk membatasi
urutan yang perlu diikuti.
Model interaktif pengembangan
kurikulum dapat kita gambarkan seperti gambar berikut ini :
Model objektif dan model
interaksi mewakili dua pendekatan utama
di dalam perencanaan kurikulum
yang mana masih dapat dilengkapi
lebih lanjut.
Pada implementasinya, tidak ada
satupun model pengembangan kurikulum
yang menjadi satu-satunya model tetapi
perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari masing-masing sekolahnya.
Hal
penting dari suatu model pengembangan kurikulum adalah seberapa tinggi tingkat efektivitas dan konsistensi dari setiap komponen
kurikulum yang merupakan dasar
pengembangan kurikulum yang kita lakukan tersebut. Oleh sebab itu batasan pendayagunaan keempat komponen kurikulum di dalam
pengembangan kurikulum dikembalikan kepada pengemgembang kurikulumnya sendiri
atau kepada masing-masing sekolah.
CHAPTER FIVE :
Stating Objectives
Pada bagian ini
dipaparkan beberapa hal , yaitu (1) kepentingan
rumusan tujuan di dalam proses
pengembangan kurikulum, (2)
mendefinisikan rumusan utama dari rentang
tujuan umum sampai kepada tujuan
behavioral, (3) pertimbangan beberapa
argumen di dalam merumuskan tujuan
behavioral, (4) kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh suatu tujuan agar
baik dan pas, dan (5) arahan dalam bentuk
konsep dan contoh-contoh di dalam
rumusan tujuan.
Rumusan
pendidikan yang dimaksudkan meliputi urutan goals,
aims, objectives dan behavioural objectives. Objectives mendeskripsikan hasilan dan perubahan pada siswa atas
pengajaran-pembelajaran yang dilakukan , dalam hal ini bukan saja berupa
rumusan pelajaran atau rumusan apa yang akan dilakukan guru.
Behavioural
objectives , mendeskripsikan performa
perilaku yang hendak dicapai, dan biasanya rumusan behavioral objectives
dilengkapi dengan (a) rumusan kondisi perilaku
yang terjadi dan (b) rumusan standar performa perilakunya.
Behavioural objectives dapat berbentuk ketrampilan spesifik dari siswa yang dapat
diidentifikan , tetapi para pengembang
kurikulum hendaknya jangan mengabaikan
pernyataan pendidikan karena mereka tidak dapat memprediksikan performa
perilakunya.
Argumen yang digunakan di dalam
suatu objectives, meliputi :
(a) keuntungan dimilikinya arahan yang jelas untuk isi perencanaan, metode dan penilaian,
dan pengelolaan kelas serta sumber-sumber daya lainnya;
(b) peluang bagi penilaian diri yang profesional dan
akuntabilitas;
(c) kemudahan
pengkomunikasian objectives kepada para orang tua, para siswa dan pengambil
kebijakan.
Argumen yang menentang objectives
meliputi :
(a) permasalahan
batasan belajar untuk dapat
diprediksikan dan hasilan
yang hanya dapat diukur performanya secara terminologi;
(b) keyakinan bahwa hasilan belajar sangat
bervariasi untuk diprediksikan;
(c) pendapat bahwa mata pelajaran memiliki peranan yang
besar untuk dilakukan secara khusus
Suatu objectives yang efektif,
seharusnya memenuhi kebutuhan dari :
(a) scope :
termasuk seluruh hasilan belajar yang
diinginkan;
(b) suitability :
berhubungan dengan situasi kelas dan
konteks sosial;
(c) validity :
mencerminkan nilai yang diwakili
(d) feasibility :
sesuai kemampuan siswa dan sumberdaya
yang ada;
(e) compatibility :
konsisten dengan rumusan objectives lainnya;
(f) specificity
: cukup presisi menghindari pemahaman
yang mendua;
(g) interpretability
: mudah dipahami oleh orang yang akan mengimplementasikannya.
CHAPTER SIX :
Selection of content
Pada
bagian ini dipaparkan (1) permasalahan yang perlu diperhitungkan pengembang kurikulum pada saat melakukan
pemilihan isi kurikulum, (2) kriteria di
dalam memilih isi kurikulum, (3) analisis cara dari isi kurikulum itu dipilih
atau diorganisasikan.
Isi
kurikulum adalah mata pelajaran , termasuk perihal sikap, nilai dan
ketrampilan, konsep dan fakta-fakta. Para guru harus dapat menentukan isi kurikulum berdasarkan kerangka kerja
konseptual, dan penggunaan kerangka kerja konseptual yang dimaksudkan meliputi
:
(a) penetapan
kategori pengetahuan ( suatu mata
pelajaran dengan strukturnya atau wilayah-wilayahnya);
(b)
penetapan ide atau
prinsip-prinsip di antara mata pelajar
atau kategorinya;
(c)
pemilihan contoh khusus
isi pelajaran pada tahapan di dalam pembelajaran dan pengajaran prinsip
dan ide tersebut.
Berbagai
permasalahan yang yang mungkin muncul
pada saat pemilihan isi kurikulum adalah :
(a)
penetapan prosedur
rasional dalam memilih isi kurikulum;
(b)
penetapan isi
kurikulum yang sudah diketahui siswa;
(c)
penetapan penambahan
isi kurikulum yang baru pada isi kurikulum yang sudah ada atau sebagai isi
kurikulum yang benar-benar baru;
(d)
penetapan kepentingan
relatif dari ketuntasan mata pelajaran
dan prosesnya;
(e)
penetapan apakah suatu
isi kurikulum akan diajarkan di dalam
matapelajaran tradisonal.
Beberapa kriteria di
dalam pemilihan isi kurikulum , yaitu :
(a)
validity : apakah isi kurikulum otentik dan apakah itu
dapat mencapai tujuan yang sudah dirumuskan ;
(b)
significance : apakah isi
kurikulum sangat bermakna mendasar;
(c)
interest : apakah isi
kurikulum diminati siswa;
(d)
learnability : apakah
isi kurikulum mudah dipelajari;
(e)
consistency with
social realities : apakah isi kurikulum
mewakili orientasi kebutuhan dan
tuntutan global;
(f)
utility : apakah isi
kurikulum berguna bagi kehidupan siswa.
Kriteria
validity dan significance
dipertimbangkan sebagai kriteria
utama di dalam pemilihan isi kurikulum , tetapi kriteria lainnya harus diterapkan dengan fleksibel sesuai keperluannya.
CHAPTER SEVEN :
Selection of method
Pemilihan
metode mungkin membutuhkan perlakuan
yang lebih dibandingkan dengan komponen
kurikulum lainnya. Dampak dari metode sangatlah penting, dan pada bagian ini
akan dipaparkan pentingnya pemilihan metode
sebagai bagian utama dari komponen kurikulum.
Metode adalah bagaimana seorang
guru di dalam mengaktifkan isi dari kurikulum, karena isi kurikulum akan
berarti bagi siswa apabila guru dapat
mentranmisikannya dengan berbagai cara.
Tidak ada satupun suatu metode yang
paling baik , sama halnya bahwa semua komponen kurikulum pada dasarnya adalah
sama pentingnya.
Untuk
meningkatkan efisiensi belajar siswa, maka guru
harus dapat memilih metode yang
paling pas dari sekian metode yang ada. Beberapa kriteria di dalam memilih metode dan terlepas dari rumusan objectives adalah :
(a)
prinsip-prinsip belajar;
(b)
identifikasi
kegiatan belajar yang dilakukan.
Selain kedua kriteria
tersebut di atas, masih terdapat kriteria lainnya, yaitu :
(a)
variety : metode harus
bervariasi untuk mencapai tujuan
dan dapat mengakomodasikan perbedaan tingkat
dan gaya belajar siswa;
(b)
scope : metode harus cukup
bervariasi di dalam mencapai seluruh
tujuan yang sudah dirumuskan;
(c)
validity : metode
khusus harus berhubungan dengan bagian-bagian rumusan tujuan;
(d)
appropriateness
: metode harus berhubungan dengan minat
, kemampuan dan keterbacaan siswa;
(e)
relevance : metode
yang digunakan harus berhubungan dengan apa yang dibutuhan setelah siswa tamat
belajar.
Penelitian
berkaitan dengan metode menunjukkan dan
memberikan saran bahwa sebaiknya keterlibatan siswa di dalam perencanaan
kurikulum harus semakin ditingkatkan, oleh sebabnya pertimbangan keterlibatan
siswa di dalam pemilihan metode
kedepan harus semakin dipertimbangkan di
dalam upaya pemilihan isi kurikulum dan
pencapaian tujuan.
Terminologi metode pada
prinsipnya juga mencakup hal-hal berikut :
(a)
integration : paduan
mata pelajaran kedalam wilayah yang
lebih besar sehingga siswa dapat
memahami keterkaitan antar setiap mata pelajaran;
(b)
sequence : urutan mata
pelajaran dan pengalaman belajar kedalam tahapan belajar yang dapat
dikelola untuk pengembangan konsep;
(c)
arrangement : organisasi
mata pelajaran yang membuat logis dan
semakin mudah dipelajari.
CHAPTER EIGHT :
Selection of student evaluation
procedures
Evaluasi
mencakup penilaian atas performa siswa dan kurikulum itu sendiri. Pada bagian
ini, secara terarah memaparkan pemahaman-pemahaman perihal dasar-dasar evaluasi siswa di dalam proses
kurikulum dengan (1) mendefinisikan
konsep evaluasi dan hal-hal terkait, (2) pembahasan kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan efektivitas
evaluasi, (3) pembahasan berbagai type
evaluasi , dan (4) saran-saran di dalam
menghadapi permasalahan umum yang timbul dari evaluasi.
Selain
istilah evaluasi, masih terdapat beberapa istilah lainnya yang perlu kita
ketahui , yaitu :
-
Assesment , yaitu prasyarat evaluasi yang
melibatkan hanya pada penetapan performa siswa
-
Measurement , yaitu bagian khusus dari
assessment yang dinyatakan dengan
pernyataan kuantitatif dari performa
siswa
-
Formative evaluation , yaitu aspek utama
dari evaluasi yang biasa
dilakukan oleh sekolah, dilakukan pada
saat proses belajar dan mengajar yang sedang berlangsung
-
Summative evaluation, yaitu digunakan pada akhir pelajaran untuk menentukan apakah hasilan sudah tercapai atau belum.
Perlu tidaknya evaluasi
dilakukan mengacu pada kriteria berikut :
(a)
continuity : evaluasi
harus dilakukan berkesinambungan dan merupakan bagian terpadu di setiap bagian pembelajaran dan pengajaran;
(b)
scope : prosedur
evaluasi harus bervariasi sebagai cakupan dari tujuan;
(c)
compatibility : evaluasi
harus kompatibel dengan rumusan tujuan;
(d)
validity : prosedur
evaluasi harus mengukur apa yang seharusnya diukur. Test juga harus reliabel, misalnya konsisten di dalam
pengukurannya.
(e)
Objectivity :
evaluasi harus didasarkan pada objektivitas, dan hindari yang mengarah pada
subjektivitas;
(f)
Diagnostic value : evaluasi harus mengenal tingkatan
performa siswa dan proses yang
diperlukan untuk mencapai performa
tersebut;
(g)
Participation : prosedur
evaluasi dimungkinkan untuk ditingkatkan
oleh para siswa itu sendiri.
Ada bermacam-macam
prosedur penilaian, di antaranya :
(a)
tes menggunakan kertas
dan pensil
(b)
pengamatan dan perekaman secara sitematik
(c)
kuesioner dan skala
(d)
pertanyaan terbuka dan
tertutup
(e)
teknik projektif
(f)
sosiometri
Beberapa hal yang perlu
dihindari dan bisa juga merupakan sisi
bahaya dari evaluasi adalah :
(a)
kesalahan tes dan
kesukaran deviasi test di dalam mengukur tujuan secara tepat
(b)
penekanan yang
berlebihan pada suatu tes dan
signifikansinya
(c)
kecenderungan penggunaan
prosedur evaluasi yang sama secara kaku
(d)
penekanan evaluasi yang
berlebihan pada satu area saja yang
lebih mudah untuk dievaluasi
(e)
kesukaran di dalam
menetapkan kategori yang pas untuk sistem pengamatan.
Evaluasi bukanlah akhir
dari suatu proses dan prosedur, tetapi merupakan bagian yang membantu para guru
di dalam meningkatkan materi ajar dan guru dalam mengajar.
PART 3 :
PRODUCT
Pada bagian ini dijabarkan apasaja yang perlu diketahui para guru di
dalam melakukan evaluasi kurikulum, evaluasi program pembelajaran atau
seperangkat materials kurikulum yang mencakup pendekatan utama,
isu-isu, teknik dan tahapan yang berkaitan dengan evaluasi kurikulum. Selain
itu pada bagian ini juga diperkenalkan model utama evaluasi kurikulum yang mana
para guru bisa pakai sepenuhnya atau disesuaikan kembali sesuai kebutuhannya.
CHAPTER NINE :
Evaluating Curriculum : The Major Concerns
Sebagaimana sudah
dijelaskan pada bagian sebelumnya, evaluasi didefinisikan sebagai suatu penilaian atas perubahan siswa yang terjadi dan informasi ini digunakan untuk merubah pengajaran dan kurikulum yang berpusat pada penilaian atas performa siswa. Bagian 9 dan 10 lebih menitikberatkan pada
penilaian atas kurikulum, apakah
kurikulum baru sebaiknya dikembangkan oleh sekolah , apakah sebaiknya
dikembangkan oleh sekolah lainnya, atau apakah sebaiknya dikembangkan oleh
pihak komersil.
Pendekatan penilaian kurikulum sangat
bervariasi bergantung pada definisi
penilaian itu sendiri. Pemahaman
evaluasi secara umum adalah berupa penilaian profesional, evaluasi sebagai
edentifikasi atas pengambilan keputusan, evaluasi sebagai alat ukur atas
tingkat ketercapaian tujuan. Evaluasi berbeda dengan penelitian, evaluasi
melibatkan apa yang akan terjadi di masa datang daripada suatu paparan penilaian.
Ada dua pendekatan
utama evaluasi kurikulum, yaitu :
(a) traditional evaluation , dimana mengukur efektivitas mengajar
terhadap tujuan kurikulum sudah dicapai melalui serangkaian
kriteria uji.
(b) new-wave evaluation , dimana
mengukur situasi yang mempengaruhi kurikulum, cara pengoperasian kurikulum di
dalam pembelajaran dan pendapat dari semua personal yang terlibat.
Permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi
kurikulum dapat kita lihat dengan
beberapa pertanyaan berikut ini :
(a) Apakah kegunaan utama
dari evaluasi ?
(b) Haruskah tampilan yang diharapkan dan yang tidak
diharapkan dilakukan evaluasi ?
(c) Haruskah terlepas
dari tujuan ataukah berdasarkan tujuan ?
(d) Haruskah evaluasi
lebih di konsentrasikan pada outcomes
kurikulum atau dilakukan pada saat terjadinya pengajaran ?
(e) Haruskah evaluasi
melibatkan sample yang besar atau haruskah berupa investigasi yang intensif
atas sample yang kecil ?
(f) Manakah penilaian pribadi
yang dapat mempengaruhi outcomes suatu evaluasi, dan dengan cara bagaimana ?
Menurut Phi Delta Kappa (1971), kriteria evaluasi
kurikulum adalah :
(a) Internal validity ,
artinya harus ada koresponden interen yang dekat dengan informasi yang ada dan
dapat menjelaskan fenomena yang terjadi.
(b) External validity ,
artinya dimungkinkan untuk melakukan
generalisasi berdasarkan satu situasi ke situasi lainnya.
(c) Reliability , artinya
harus adanya konsistensi dari berbagai
variasi pengukuran yang dipakai.
(d) Objectivity ,
artinya harus adanya kesepakatan diantara para evaluator
(e) Relevance ,
artinya evaluasi harus dapat menemukan kegunaannya secara rinci.
(f) Importance ,
artinya evaluasi harus menggunakan berbagai
informasi yang penting.
(g) Scope , artinya
evaluasi harus memiliki cakupan yang luas untuk dapat dimanfaatkan.
(h) Credibility ,
artinya evaluasi haruslah dapat
menemukan sesuatu dan para evaluator juga haruslah yang memiliki kredibilitas
yang baik sebagai evaluator.
(i) Timeliness ,
artinya evaluasi harus harus memperkirakan waktu.
(j) Pervasiveness
, artinya apa yang ditemukan evaluasi harus dapat terus dikembangkan dan
disebarluaskan kegunaanya.
(k) Efficiency ,
artinya temuan evaluasi harus tindaklanjuti dengan cara yang efisien.
Beberapa kriteria evaluasi kurikulum
yang melengkapi kriteria dari Phi Delta Kappa adalah :
·
Meaning, artinya evaluator harus mendekatkan evaluasinya
pada makna penting dari kurikulum.
·
Potential , artinya evaluator harus
memastikan potensisial dari kurikulum.
·
Interest , artinya evaluasi harus memunculkan
pertanyaan mengenai kualitas dan signifikansi.
·
Conditionality , artinya evaluasi harus
menghubungkan kurikulum dengan konteks
kelas yang khusus.
·
Elucidation, artinya evaluasi harus memberikan
kontribusi pada pemahaman toeri-teori
kependidikan.
Pendekatan multi metode di dalam evaluasi
kurikulum sangat dianjurkan, tekniknya dapat berupa kuesioner, waeancara, pencatatan, penskalaan,
pbservasi kelas, tes kemampuan secara tertulis, evaluasi diri, diskusi, menganalisis
pekerjaan siswa, dan lain-lain.
Sangat penting evaluator dapat menunjukkan efek
bias seminimal mungkin, dengan cara :
(a) meminterpretasikan
data dalam kontek yang terpisah-pisah;
(b) Mengevaluasi sebagai
suatu tim, tidak perseorangan;
(c) Meminta pendapat yang
berbeda;
(d) Mengetahui bias-bias
evaluator;
(e) Menggunakan berbagai
suber dan metode.
Langkah observasi didalam proses evaluasi
kurikulum mungkin membantu bagi para guru, langkah yang dianjurkan adalah
dalam kategori yang terarah, persiapan,
implementasi, analisis dan pelaporan.
Para evaluator harus mengetahui bahwa kadang
pengukuran yang bersifat subjektif perlu dilakukan mengingat kadangkala ada
beberapa aspek yang memang tidak dapat dinilai secara objektif karena sarat
akan sebuah nilai, atau merefleksikan suatu pendapat seseorang karena pengalamannya
dan hal ini sangat bernilai.
CHAPTER TEN :
Evaluating Curriculum : Models
Pada bagian ini, akan dipaparkan beberapa model evaluasi
kurikulum, namun penting bagi guru atau evaluator untuk mengenal terlebih
dahulu rentang model evaluasi karena
meskipun mungkin saja model tidak
pilih, tetapi pengetahuan atas
terjadinya suatu model tersebut diketahui sehingga dimungkinkan kita
mengembangkan model khusus yang memang pas pada kondisi kita.
Model
Objectives Tyler memandang evaluasi kurikulum sebagai pengukuran performa siswa
terhadap tujuan perilaku yang sudah
dirumuskan, masih ada beberapa model
lainnya yang mengacu pada evaluasi terhadap ketercapaian goal, yaitu :
(a) Hammond,
lebih mengkonsentrasikan pada
pengaruh faktor institusional dan instruksional di dalam mencapai tujuan;
(b) Provus ,
mengkonsentrasikan pada apakah terdapat perbedaan antara pengamatan kurikulum dan standar atau
tujuan yang sudah disepakati.
Stake’s Countenance
model memandang evaluasi kurikulum
sebagai keterlibatan paparan dan
penilaian dalam bentuk kondisi yang ada
sebelum pembelajaran, proses pembelajaran dan outcomes.
Stake’s responsive
model memandang evaluasi kurikulum (a)
sebagai suatu isu daripada sebagai
tujuan, (b) perpaduan perbedaan standar nilai yang dipegang oleh group yang
berbeda, (c) termasuk pengamatan partisipasi di dalam kurikulum, dan (d)
melibatkan informasi-informasi dari para audien.
Stake’s case study
model memandang evaluasi kurikulum sebagai (a) keterlibatan deskripsi berbagai
variabel tanpa batas, (b) termasuk berasal dari pengamatan pribadi, (c)
menggunakan generalisasi yang berdasarkan pengalaman evaluator, (d)penekanan pada pemahaman yang
penting pada kasus itu sendiri, dan (e)
pelaporan dalam bentuk informal.
Parlett dan Hamilton’s
illuminative model memandang evaluasi kurikulum
sebagai iluminasi, yaitu
penyediaan informasi secara komprehensif di dalam memahami realitas
kurikulum yang kompleks dengan
(a)menguji situasi yang
mempengaruhi kurikulum, (b) menilai
semua pendapat dari semua personal yang terlibat di dalam evaluasi, (c)
melihat signifikansi keterlibatan
fitur-fitur dalam proses, dan (d)
mengidentifikasi bagian-bagian yang diinginkan
kurikulum.
Kemmis’
surrogate-experience model
memandang evaluasi kurikulum sebagai
“pemberitahuan atas sesuatu yang seharusnya” atau pengembangan peran
kurikulum di dalam menyediakan
wakil pengalaman bagi audience. Peran kurikulum di sini mengkomunikasikan fitur unik dari kurikulum ,
kealamiahannya dan isu-isu yang ada
disekitarnya.
Walberg’s model for research on instruction memandang
evaluasi kurikulum sebagai
penekanan lingkungan belajar dan bakat siswa sebaik intstuksi itu sendiri.
PART 4 :
PROGRAMMING
Pada bagian ini dijabarkan cara bagi para guru untuk dapat mengembangan
format pengembangan program dari dokumen kurikulum. Mencakup penjabaran tenang prosedur di dalam batasan waktu yang
tersedia bagi guru di dalam mengajar suatu topik, metode untuk mengembangkan dan mempresentasikannya, dan adaptasi setiap
unit tersebut ke dalam format program.
CHAPTER ELEVEN :
Pacing the program
Pada bagian ini
dijelaskan penekanan antara pengembangan kurikulum dan pengembangan program,
dan garis besar langkah bagi para guru
untuk penyusunan program, yaitu (1) batasan alokasi waktu mengajar , (2)
batasan alokasi waktu untuk setiap
pelajaran, (3) batasan kebutuhan waktu
untuk suatu topik, dan (4) pengembangan unit ajar secara bertahap dalam
suatu program.
Perincian atas dokumen kurikulum
membutuhkan detail atas pengalaman belajar yang akan di berikan pada rentang
waktu mingguan atau harian, yang kemudian inilah yang disebut dengan program.
Tingkat keperbedaan antara program
guru bergantung pada tingkat pertanyaan
yang tersurat di dalam kurikulum. Pada dasarnya langkah
di dalam pengembangan program adalah sebagai berikut :
(a)
pembatasan atas
jumlah waktu yang tersedia untuk mengajar;
(b)
pembatasan atas
alokasi waktu untuk setiap pelajaran atau sub pelajaran;
(c)
pembatasan atas waktu
yang diperlukan untuk mencakup suatu topik
atau suatu tujuan;
(d)
merinci setiap
unitnya,
(e)
penyesuaian dalam rentang waktu pengajaran mingguan atau
pengajaran harian.
Sebuah unit adalah cetak biru bagi pengalaman belajar yang terdapat pada suatu topik, dan
suatu program adalah adaptasi dari suatu unit dan pengorganisasiannya kedalam
rentang waktu pengajaran mingguan atau pengajaran harian, dan terdapat berbagai variasi di dalam
mengembangankan unit.
CHAPTER TWELVE :
Detailing the program
Sebagaimana yang sudah
dijelaskan dimuka bahwa suatu program merupakan rincian atas dokumen kurikulum
yang mengindikasikan lebih rinci
pengalaman belajar untuk pengajaran seminggu atau pengajaran harian. Pada
bagian ini akan ditunjukkan sejumlah perbedaan format program dengan tujuan
untuk :
·
contoh agar dapat dikembangan lebih
komprehensif;
·
menampilkan rincian pengajaran untuk suatu
waktu yang relatif lama;
·
mengindikasikan hubungan
antara format dan mata pelajaran.
Keragaman format program
pada dasarnya mirip dengan keragaman format unit, dimana format program
merefleksikan kegunaan bagi para guru
untuk setiap unit atau setiap pelajaran.
Suatu program mungkin
saja terdapat bagian-bagian yang ditambahkan sesuai kebutuhannya dalam rangka evaluasi
dan monitoring pengembangan profesionalitas guru.
LAPORAN
BUKU
CURRICULUM DEVELOPMENT
Disusun dalam rangka memenuhi tugas
Mata kuliah Model-model Pengembangan Kurikulum
Dosen :
Prof. Dr. H. Nana Syaodih Sukmadinata
Oleh :
Muksin
Wijaya
NIM.
0705445
DEPARTEMEN PENDIDIKAN
NASIONAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONERSIA
SEKOLAH PASCA SARJANA – DOKTOR (S3)
PROGRAM
STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar